Current Project / Perempuan & Politik / Representasi di Parlemen

Published: 06/01/2014

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) telah menerbitkan rencana Program Legislasi Nasional (Prolegnas) serta memasukkan Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) dalam daftar Prolegnas RUU Prioritas 20121. DPR-RI menargetkan RUU KKG disahkan menjadi undang-undang sebelum masa kerja mereka berakhir pada pertengahan 2014. 

 

Sejak diperkenalkan secara tidak resmi kepada masyarakat, RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender telah memicu perdebatan publik antara mereka yang mendukung pengesahan RUU tersebut dan mereka yang menentang pengesahannya berdasarkan berbagai perspektif, termasuk keyakinan agama2. Women Research Institute (WRI) mendukung inisiatif parlemen itu dengan mengadakan penelitian kebijakan untuk mengidentifikasi masalah dan member rekomendasi kebijakan yang memungkinkan secara politis bagi RUU KKG yang sedang dibahas di DPR-RI. Secara khusus, WRI memusatkan perhatian pada beberapa hal yang dianggap kunci penyamaan persepsi tentang kesetaran dan keadilan gender.

 

Sampai dengan hari ini sangat sedikit penelitian yang secara komprehensif member rekomendasi tentang penyusunan dan pembahasan RUU KKG di Indonesia, terutama dari sisi dampak terhadap perempuan dalam ranah kehidupan politik dan publik. Padahal, dalam memperkuat representasi politik perempuan, diperlukan sebuah kerja advokasi sungguh-sungguh berbasis bukti dengan melibatkan kelompok-kelompok ekstraparlemen3, yaitu organisasi masyarakat sipil dan partai politik. Karena itu, kiranya penting melihat representasi politik perempuan anggota DPR-RI dan kekuatan organisasi masyarakat sipil dalam menghasilkan kebijakan-kebijakan responsif gender—dalam konteks ini Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender.

 

Tujuan Penelitian

Penelitian kebijakan yang dilakukan WRI bertujuan sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi kebijakan-kebijakan responsif gender terkait representasi politik perempuan yang ada serta implementasinya terhadap kehidupan perempuan di Indonesia.
  2. Memperoleh gambaran tentang representasi politik perempuan anggota DPR-RI terhadap pembuatan dan penyusunan kebijakan kebijakan kesetaraan dan keadilan gender.
  3. Mengidentifikasi masalah dan peluang yang mendorong lahirnya UU KKG dengan harapan dapat melindungi dan memenuhi hakikat kesetaraan gender di Indonesia.

 

Pertanyaan Penelitian

Penelitian kebijakan WRI didasari oleh pertanyaan sebagai berikut:

  1. Bagaimana bentuk representasi politik perempuan dalam system representasi Indonesia saat ini? Dan bagaimana bekerjanya representasi politik perempuan?
  2. Apa yang diperlukan untuk menguatkan representasi politik perempuan anggota DPR-RI, untuk memungkinkan mereka mengubah representasi politik mereka menjadi representasi substantif?
  3. Terkait dengan upaya peningkatan representasi substantive perempuan anggota DPR-RI di Indonesia mengenai kesetaraan gender, kebijakan apa saja yang sebaiknya diadopsi dan diimplementasi oleh DPR-RI di Indonesia?

 

Manfaat Penelitian

 

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk membantu anggota DPR-RI dalam memahami persoalan keadilan dan kesetaraan gender secara lebih komprehensif. Dengan meninjau semua permasalahan serta melakukan analisis terhadap kebijakan yang ada kita dapat mengidentifikasi bagaimana bentuk kebijakan responsif gender yang dibutuhkan Indonesia. Hasil penelitian ini juga bisa dijadikan masukan bagi anggota DPR-RI yang saat ini sedang membahas RUU KKG, sehingga Indonesia memiliki sebuah kebijakan atau payung hukum yang mampu mendorong kesetaraan perempuan dan laki-laki.

Keterbatasan Penelitian

WRI menggunakan metodologi kualitatif dan dengan batasan-batasan tertentu sebagai konsekuensi logis dari tujuan penelitian ini. Penelitian kualitatif memiliki keterbatasan terhadap generalisasi data sebagai konsekuensi dari jumlah informan yang terbatas. WRI menggunakan metodologi kuantitatif sebagai asas generalisasi pendapat masyarakat tentang representasi politik perempuan berdasarkan temuan kualitatif. Keterbatasan yang dimiliki oleh metodologi kuantitatif ialah tidak memperlihatkan kedalaman pendapat masyarakat terhadap representasi politik perempuan.

Lingkup penelitian ini hanya memusatkan perhatian pada parlemen nasional (DPR-RI) terkait dengan kebijakan-kebijakan responsif gender yang telah dihasilkan. Secara khusus, penelitian ini hanya mengkaji kebijakan-kebijakan terkait representasi politik perempuan dan kesetaraan gender.

Metodologi Penelitian

Ini merupakan penelitian kebijakan yang bertujuan untuk menganalisis apakah kebijakan yang ada sudah berjalan secara efektif dan apa saja kebijakan yang dibutuhkan untuk memperkuat pelaksanaan kebijakan itu. Penelitian ini juga berusaha menangkap suara dan pengalaman perempuan Indonesia dengan secara khusus menganalisis pelbagai upaya yang telah dilakukan perempuan anggota DPR-RI dalam melaksanakan dan peran dan fungsinya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif yang saling memperkuat temuan dan analisis.

Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif dilakukan melalui survey pengetahuan, sikap dan perilaku konstituen di Indonesia. Survei dilaksanakan dengan metode omnibus di 33 provinsi Indonesia dan diikuti 1.200 orang responden. Dengan sampel sebesar itu, margin error diestimasi 2,8 persen—perbedaan hasil survey dan populasi sebesar 2,8 persen. Teknik sampling yang digunakan adalah multistage random sampling.

Metode Kualitatif
Metode kualitatif yang dilakukan adalah wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (FGD). Wawancara mendalam dilakukan terhadap anggota DPR-RI, baik perempuan maupun laki-laki, dari Sembilan fraksi. WRI menghubungi anggota DPR-RI yang pernah menjalin korespondensi pada penelitian sebelumnya4. Melalui proses korespondensi tersebut, WRI melakukan snowballing, yakni meminta mereka merekomendasikan nama-nama informan berikutnya.

Diskusi kelompok terfokus terbagi dua bagian, yaitu organisasi-organisasi masyarakat sipil dan pengurus partai politik. Peserta diskusi dari kelompok masyarakat sipil berasal dari organisasi yang berpengalaman melakukan advokasi kebijakan atau bersentuhan dengan kerja parlemen. Sementara informan dari Sembilan partai politik adalah mereka yang menjadi pengurus di bidang pengaderan, pengorganisasian, atau pemberdayaan perempuan.

Kajian Literatur

Metode ini mencakup pengumpulan dan analisa dokumen terkait kerangka konsep penelitian, penelitian lain yang relevan dengan topik penelitian ini, teori-teori representasi, konsep undang-undang kesetaraan dan keadilan gender, liputan media tentang kondisi terkini RUU KKG, serta laporan hasil rapat dan sidang-sidang DPR-RI yang dinilai relevan.

 

By: Women Research Institute 2013


 

1. Lihat, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Daftar Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun Anggaran 2012 (Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2012).
2. The Jakarta Post, Gender Equality Bill Opposed by Women, (June19, 2012); The Jakarta Globe, Indonesia Islamists Stall Gender Equality Bill, (May 9, 2012);
3. Karen Celis dan Sarah Childs (2008) menyebut aktor-aktor yang dapat mendorong representasi substantif perempuan adalah women’s policy agencies (anggota parlemen perempuan, lembaga eksekutif dan kementerian) serta women’s movement actors (organisasi-organisasi masyarakat sipil dan partai politik).
4. Lihat, Women Research Institute. Perempuan Anggota DPR-RI & Proses Pembuatan Kebijakan Publik: Rancangan Perubahan Undang-undang Pemilihan Umum. (Jakarta: 2012).

 

Hasil penelitian terkait:

Representasi Politik Perempuan: Rancangan Undang-undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (Policy Paper)

RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender: Harapan Baru Kebijakan Responsif Gender di Indonesia (Policy Brief)

Partisipasi & Representasi Politik Perempuan (Policy Brief)

Representasi Politik Perempuan & RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (Policy Brief)