Current Project / Partisipasi Perempuan / Perempuan & Politik

Published: 05/05/2014

Sejak 2011, WRI tergabung dalam Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) dalam mengawal RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG). JKP3 adalah jejaring masyarakat sipil yang  peduli pada isu perempuan dan advokasi kebijakan. RUU KKG merupakan salah satu  agenda legislasi pro perempuan yang sedang kami perjuangkan dan saat ini sedang dibahas oleh Badan Legislasi (BALEG) DPR RI untuk diharmonisasikan. Pembahasan ini diharapkan dapat diselesaikan oleh DPR-RI masa jabatan 2009-2015 dengan memuat materi yang selaras dengan prinsip penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.

Dalam rangka mendorong pembahasan RUU KKG yang materi muatannya dapat menjadi payung hukum penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, JKP3 melakukan audiensi terhadap Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PP Kemenhukam). Tujuan audiensi ini ialah untuk melakukan sosialisasi dan menggalang dukungan dari pihak eksekutif, khususnya Kemenhukam, terhadap legislasi RUU KKG. Ditjen PP Kemenkuham memiliki tugas untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang peraturan perundang-undangan. Untuk menunjang tugas tersebut, Ditjen PP Kemenkuham memiliki sumberdaya manusia perancang perundang-undangan yang menjadi tulang punggung kegiatan penyusunan rancangan peraturan dari pembahasan di DPR-RI.

Kegiatan audiensi yang dilaksanakan pada hari Selasa, 30 April 2014, dihadiri oleh sekitar 9 perwakilan JKP3 dan 8 perwakilan Ditjen PP Kemenkuham dan 1 perwakilan Ditjen HAM. Kegiatan dimulai dengan sambutan dari Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan, ibu Pocut Eliza S.Sos, S.H., M.H, dan dilanjutkan dengan paparan dari Ratna Batara Munti M.Si selaku ketua koordinator JKP3.

 
Ratna menjelaskan bahwa RUU KKG menyasar atau mengatur relasi gender antara perempuan dan laki-laki, sehingga keberadaannya bukan merupakan pengulangan dari Undang-Undang yang telah hadir sebelumnya. Bentuk UU ini merupakan UU yang bersifat lex generalis, yaitu berlaku secara umum, sebagai payung hukum UU responsif gender yang telah ada sebelumya. Misalnya, UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU Hak Asasi Manusia, Instruksi Presiden tentang Pengarusutamaan Gender, dan UU Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang. JKP3 kemudian menjelaskan bahwa legislasi RUU KKG sudah berada pada tahapan penyerahan DPR-RI Komisi VIII kepada Badan Legislasi (Baleg).

 

Merespon paparan Ratna, Kemenkuham mengatakan bahwa keterlibatan mereka dalam pembahasan RUU KKG dilakukan ketika pembahasan di awal tahun 2012, yang saat itu menggunakan draft yang diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Kemenkuham kemudian hingga saat ini belum mengetahui status terkini legislasi RUU KKG. 

 

Namun, terdapat beberapa masukan yang bisa dipertimbangkan oleh kelompok masyarakat sipil, dalam hal ini JKP3, terhadap proses pemantauan RUU KKG. JKP3 dapat merujuk kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Di dalamnya terdapat petunjuk pembuatan sebuah UU dari segi tujuan, pemilihan kata, dan beberapa azas yang diperlukan. Hal ini menjadi penting, dikarenakan dalam draft versi terakhir (Desember 2013), memuat beberapa azas seperti agama, kemanusiaan, kebangsaan, dll, di mana tidak terlalu diperlukan dalam pembuatan suatu UU jika azas-azas tersebut tidak tercermin dalam seluruh pasalnya.

 

Selain masukan yang secara verbal dikemukakan oleh Kemenkuham, pihaknya berjanji akan menuliskan pernyataan dan balasan dari hasil audiensi hari ini berdasarkan draft RUU KKG yang terakhir dan bahan-bahan dari JKP3.***