Peningkatan Kapasitas / Workshop

Published: 29/03/2013

The High Level Panel of Eminent Persons (HLPEP) on the Post 2015 Development Agenda  sebagai bagian dari rangkaian perumusan kerangka untuk Agenda Pembangunan Pasca 2015 di Bali menjadi harapan terakhir setiap pemangku kepentingan (stakeholder). Fokus pertemuan konsultasi regional di Bali ini mengedepankan sudut pandang kawasan mengenai kemampuan nasional dan kemitraan global dalam menyongsong Agenda Pembangunan Pasca-MDGs. Indonesian CSO Coalition dan Asia Working Group untuk Agenda Pembangunan Pasca 2015 sebagai penyelenggara menyampaikan ada 150 perwakilan CSO yang hadir dalam forum ini. Peserta dari Women Research Institute diwakili oleh Frica Anindhita. Pertemuan ini merupakan bagian dari proses paralel pertemuan ke-4 High Level Panel of Eminent Person on Post 2015 Development Agenda (HLPEP) di Bali, 25-27 Maret 2013.

 

Rangkaian konsultasi HLPEP pertama berlangsung di New York-USA pada 25 September 2012 dengan topik platform dan rencana kerja untuk Agenda Pembangunan Pasca 2015. Pertemuan kedua HLPEP pada 30 Oktober-2 November 2012 di London dengan topik visi dan kerangka pertanyaan atas laporan HLPEP, kemiskinan, serta pembangunan manusia. Pertemuan ini berlanjut pada Februari 2013 di Monrovia, Liberia yang merupakan pertemuan ketiga dengan agenda analisis kekuatan dan kapasitas nasional untuk Pembangunan Pasca 2015. Pembahasan berlanjut pada pertemuan di Bali 23-25 Maret 2013 dengan fokus pada topik kapabilitas nasional, kemitraan global, serta rumusan ikhtisar untuk Laporan Akhir HLPEP tentang Agenda Pembangunan Pasca 2015.

 

Output dari kegiatan persiapan pada tanggal 23-24 Maret 2013 ini adalah membuat communiqué untuk disampaikan kepada para High Level Persons (HLP) sebelum tanggal 25 Maret 2013 (Stakeholder Outreach Day). Terdapat 30 HLPEP yang berasal dari seluruh dunia dan dipilih tiga orang co-chair sebagai leader dan salah satu co-chair adalah Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Tema kegiatan di Bali ini diharapkan dikerucutkan ke dalam tema global partnership dan means of implementation. Kemudian, sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan acara ini, diharapkan suara Indonesia dapat memberikan pengaruh dalam kegiatan penting ini.

 

CSO Forum, 23-24 Maret 2013

 

 

Hari Pertama, 23 Maret 2013

Berlokasi di Goodway Hotel, Nusa Dua, Bali, CSO Preparatory Meeting dibuka oleh Sugeng Bahagijo Direktur INFID selaku Panitia Pengarah Global CSOs Forum on Post-2015. Jumlah peserta yang menghadiri pertemuan ini sebanyak 265 orang yang terdiri dari 135 peserta berasal dari Indonesia dan 130 peserta Internasional. Peserta berasal dari Indonesia, Afrika, Amerika Latin, Eropa, Asia Pasifik dan wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara (Middle East and North Africa/MENA).

 

Kemudian dilanjutkan dengan perkenalan oleh Ruby Kholifah sebagai Co-chair Indonesia CSO Coalition dan juga Anselmo Lee sebagai Acting Co-Chair. Selain itu, sambutan dari Lisa John dari HLP Secretariat, Yanuar Nugroho dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Shalina Sanou dari Agency for Cooperation and Research in Development (ACORD) sebuah Organisasi masyarakat sipil di Kenya yang menjadi leading dalam pertemuan HLP di Monrovia. Dan Kathryn Tobin dari United Nations Non-Governmental Liaison Service (UNGLS) yang merupakan program inter-agensi dari PBB yang dimandatkan untuk mempromosikan dan membangun hubungan yang konstruktif antara PBB dan Organisasi Masyarakat Sipil.

 

Narasumber dari Indonesia Yanuar Nugroho yang merupakan perwakilan dari Pemerintah (UKP4), memberikan update dari kegiatan di London dan Monrovia. Yanuar mengatakan bahwa Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono masih berfokus kepada konsep “ending poverty” yang kemudian tema global partnership dan means of implementation akan dimatangkan di Bali ini. Namun, yang menjadi catatan ketika perwakilan CSO akan berhadapan dengan para HLP pada 25 Maret 2013 adalah memetakan arahan dan isu yang difokuskan oleh para HLP tersebut. Masing-masing HLP tentunya memilki visi sesuai dengan negara asal mereka.

 

Sementara Shalina Sanou memberikan overview mengenai pertemuan HLP sebelumnya di Monrovia. Shalina menjelaskan bahwa kesepakatan yang dicapai di Monrovia untuk pasca 2015 adalah agenda pembangunan tersendiri dan kohesif yang terintegrasi dengan pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial dan perlindungan lingkungan. Kemudian Kathryn Tobin memperkenalkan portal website www.worldwewant2015.org sebagai portal inisiatif dari CSO dan PBB untuk mendukung partisipasi publik dalam proses pembangunan.

 

Sesi kedua yang dimoderatori oleh Wicaksana Sarosa yang merupakan Direktur Eksekutif KEMITRAAN dan Patricia M. Sarenas dari Caucus of Development NGO Networks (CODE NGO) memberikan paparan mengenai situasi di dunia selatan/global south untuk memberikan pemahaman pada konteks spesifik yang ada. Terdapat tujuh pembicara pada sesi kedua ini yaitu Michael B. Hoelman Program Officer TIFA Foundation; Setyo Budiantoro Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa; Teresita Vistro dari Asia Pacific Forum on Women, Law and Development (APWLD); Isagani Serrano dari Social Watch yang merupakan jejaring organisasi sipil di Uruguay; Cai Yiping dari Development Alternatives with Women for a New Era (DAWN); Gagan Sethi dari JANVIKAS; dan Alejandro Barrios dari Bolivia.

 

Presentasi pertama dilakukan oleh Michael B. Hoelman yang membahas mengenai konteks politik, sosial dan ekonomi di Indonesia. Berlatarbelakang sejarah demokrasi dan peace building di Indonesia, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini Indonesia masuk ke masa “Groverty – Growth and Poverty”. Hal yang ironis dimana kesenjangan dan ketimpangan berbanding lurus dengan pertumbuhan yang dialami Indonesia. Akhir presentasi ditutup dengan rekomendasi pertumbuhan harus merata dan menekankan pada investasi sosial.

 

Setyo Budiantoro kemudian mempresentasikan “inequality gap between rich and poor”, untuk melengkapi presentasi konteks politik, sosial dan ekonomi di Indonesia. Dijelaskan masalah-masalah yang terkait ekonomi, financial, akses terhadap air bersih dan sanitasi, angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan juga bagaimana anggaran dibelanjakan untuk belanja sosial.

 

Presentasi dilanjutkan oleh rekan dari Filipina dan India yang juga membahas hal yang tidak jauh berbeda dengan konteks Indonesia. Kedua narasumber juga menyatakan bahwa jika meletakkan “equality” sebagai paradigma maka akan mengurangi “poverty”.

 

Acara dilanjutkan dengan diskusi per-wilayah (persiapan pertemuan nasional dan regional). CSO Indonesia pun dibagi lagi menjadi tujuh sektor: yaitu Masyarakat adat, Difabel, korban konflik, perempuan dan anak, Migrant Workers dan sektor pekerja, dan kelompok petani dan nelayan. Sementara CSO Internasional dibagi berdasarkan wilayah seperti Asia/Pasific, Africa, Latin and Central America, Europe and North America, MENA, dan Central Asia. 

 

Peserta dibagi ke dalam lima kelompok kerja yang membahas topik yang lebih fokus yaitu: Visi dan prioritas agenda pembangunan serta sarana implementasi, kemitraan global, pemerintahan global dan akuntabilitas, serta sektor informal dan inklusi

 

Dalam kelompok kerja pemerintahan global, dianjurkan untuk model pemerintahan yang baru dengan menekankan pada partisipasi warga lebih inklusif. Sedangkan pada masalah ketidakadilan, direkomendasikan hak asasi manusia universal harus menjadi acuan untuk menentukan masa depan pembangunan global. 

 

Dalam kelompok kerja sektor informal, para peserta mendiskusikan tentang definisi sektor informal dan keluar dengan rekomendasi kepada negara serta masyarakat tentang bagaimana mereka dapat bekerjasama untuk melindungi, mengakui dan memberikan hak yang sama kepada orang-orang yang bekerja di sektor informal. Hal ini sangat penting karena peraturan yang ada saat ini lebih menguntungkan sektor formal.

 

Hari Kedua, 24 Maret 2013

Prosesi diskusi hari kedua lebih banyak berfokus pada pelaporan dan rekapitulasi diskusi tematik Internasional. Untuk sektoral dilakukan breakout discussion Internasional pada sesi sebelum penutup di hari kedua. Masing-masing rapporteur melaporkan hasil diskusi tematik dan memberikan rumusan final serta daftar nama “speakers” yang menjadi delegasi Roundtable Discussion 25 Maret 2013 bersama para HLP.

 

Diskusi tematik pada kelompok Visi dan prioritas difasilitasi oleh Global Call to Action Against Poverty (GCAP) dan Save the Children. Kelompok ini membahas perdebatan antara mempertahankan MDGs, fokus terhadap komitmen negara-negara berkembang, atau memastikan visi universal dan framework pembangunan untuk semua.

 

Sementara pada tema Global Partnership difasilitasi oleh CPDE dan Least Developed Countries (LDC) Watch membahas prinsip-prinsip yang harus diikuti oleh seluruh stakeholder yang tergabung dalam framework Global Partnership. Penekanan dalam diskusi ini berfokus kepada hambatan dan limitasi dari proses-proses pembangunan sebelumnya dan dampak yang harus dicapai di dalam kerangka Global Partnership yang akan datang. Sementara di dalam implementasi kerjasama global, diskusi juga berfokus pada desakan terhadap framework pembangunan baru yang harus memastikan adanya koordinasi dan kerjasama kepada seluruh stakeholder (pemerintah, swasta, masyarakat sipil).

 

Pada tema Means of Implementation yang dipandu oleh Action Aid dan Asian Development Bank (ADB) Watch menekankan pada penentuan besaran dukungan finansial yang dibutuhkan untuk implementasi framework baru. Diskusi ini juga membahas mengenai bagaimana beradaptasi dengan pasar bebas, regulasi finansial, kebijakan iklim dan area-area lainnya serta memastikan agar bisa dimasukkan di dalam framework pembangunan yang baru.

 

Kemudian pada tema Global Governance and Accountability yang difasilitasi oleh CIVICUS lebih menekankan pada bagaimana mekanisme untuk membuat lokalisasi dan kostumisasi dari framework pembangunan yang baru sesuai dengan konteks dari masing-masing negara. Juga mendiskusikan bagaimana masyarakat sipil dan stakeholder lainnya bekerjasama untuk memastikan implementasi dan integrasi dari agenda pembangunan global berjalan maksimal.

 

Tema yang terakhir yaitu Informal Economy and Inclusion yang difasilitasi oleh ITUC mengeksplorasi ukuran-ukuran praktis yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi isu informalitas dalam terminologi kecil dan sedang. Diskusi ini juga memastikan kebijakan yang efektif untuk menjamin masyarakat sektor informal memiliki akses terhadap hak dan perlindungan yang sama dengan masyarakat lainnya. Fokus diskusi juga membahas bagaimana tantangan dan peluang yang muncul untuk menghubungkan ekonomi informal dengan ranah formal.

 

Kemudian pada sesi Sectoral Breakout, terdapat delapan sektor yaitu: 1) migrant workers, refugee; 2) indigenous, ethnic minorities; 3) children, person with disability, ageing; 4) women survivor of GBV, LGBT; 5) Human rights defender, democracy advocate; 6) small peasant, fisher folk and coastal communities; 7) urban poor, workers, unemployment; 8) researchers.

 

Adapun “common statement” dari diskusi sektoral adalah penekanan pada keterbatasan akses dan partisipasi dari sektor-sektor marjinal di dalam proses pembahasan pasca 2015. Sehingga pada framework pembangunan yang baru harus terdapat prinsip-prinsip transparansi dan kejelasan indikator partisipasi dari keseluruhan goals yang akan dirancang.

 

Sesi terakhir merupakan rekapitulasi keseluruhan rumusan usulan serta daftar nama speakers dari masing-masing tematik dan sektoral. Sesi ini juga membahas gambaran kegiatan Outreach Day esok hari juga beberapa strategi yang dipakai dalam berdiskusi bersama para HLP di dalam Roundtable Discussion.

 

Outreach Session, 25 Maret 2013

 

 

Hari Ketiga, 25 Maret 2013

Para peserta yang terpilih menghadiri Outreach Day bersama para HLP sebanyak 95 peserta Internasional dan 80 peserta Indonesia.

 

Sesi pertama yaitu “Town Hall Citizes’ Voices for the Post-2015 Agenda” dibuka oleh Ruby Kholifah dan Amitabh Behar dari Global Call to Action Against Poverty (GCAP). Kemudian perkenalan para HLP dan para “speakers” yang membawakan rumusan usulan dari hasil diskusi sectoral group sebelumnya.

 

Para pembicara sebagai berikut: speaker yang berasal dari Migrant Workers and Refugee yaitu Maria Bo Niok, speaker dari Indigenous People adalah Prasad Sirivella, speaker dari Children, Person with Disability and Ageing yaitu Gregor Hadi Nitihardjo, speaker dari Women, LBT and Victims and Survivors of Gender Violence yaitu Dian Kartika Sari, speaker dari Human Rights Defenders, Democracy Advocates and Development Workers yaitu Gagan Sethi, speaker dari Small peasants, fisher folk and coastal communities yaitu Alejandro Barrios, speaker dari Workers, Unemployed and Urban Poor yaitu Dati Fatimah dan speaker dari Researcher adalah Tom Thomas.

 

Ringkasan Tema Roundtable Discussion:

 

  • Tema Vision and Priorities dihadiri oleh anggota HLP yaitu John Podesta, Andris Piebalgs, Tawakel Karman dan Graca Machel. Diskusi ini difasilitasi oleh Michel Anglade (Save the Children) dan Amitabh Behar (GCAP). Pembahasan menekankan pada kebutuhan untuk memperluas “inklusivitas”, pembangunan inklusif dan kesejahteraan universal di dalam visi agenda pembangunan pasca 2015.

  • Tema Global Parthership dihadiri oleh anggota HLP dari Kanada yaitu Homi Karas, Maria Angela Holguin dan Fulbert Amoussouga. Diskusi ini difasilitasi oleh Fraser Reilly-King (Canadian Council for International-Cooperation, Kanada) dan Caroline Usikpedo-Omoniye (Niger Delta Women’s Movement for Peace and Development). Terdapat empat speakers dari CSO yaitu Arjun Karki (LDC Watch), Norma Maldonado (Association Rax’choch Oxlaju, Guatemala), Richard Ssewakiriyangan (CPDE, Uganda) dan Abishek Upadhyay (Post-2015 Youth Consultation). Anggota HLP mengapresiasi masukan dari CSO mengenai kebutuhan integrasi kerjasama global yang inklusif ke dalam agenda pembangunan pasca 2015. Kerjasama global harus meningkatkan akses kepada pendidikan, pelayanan kesehatan dan pelayanan dasar lainnya, sehingga keberadaannya harus lebih dari sekedar meningkatkan pendapatan semata.

  • Tema Global Governance dihadiri oleh anggota HLP dari Nigeria yaitu Ngozi Okonjo-Iweala, Jordan (penasihat Queen Rania Al-Abdullah), dan penasihat dari Timor Timur yaitu Emilia Pires. Diskusi ini menekankan pada ketersediaan dan aksesibilitas data yang tidak dimiliki MDGs. Secara umum, Ngozi Okonjo-Iweala mengapresiasi advokasi berkelanjutan dari masing-masing CSO kepada pemerintahan nasional masing-masing.

  • Tema Informal Economy and Inclusion dihadiri oleh anggota HLP yaitu Jean-Michel Severino (penasihat Gunilla Carlsson dan Kadirtopbas). Diskusi ini difasilitasi oleh Alison Margaret Tate (ITUC). Pembahasan ditekankan kepada kejelasan ukuran atau indikator di dalam agenda pembangunan pasca 2015 untuk melindungi sektor ekonomi informal. Prinsip “connection with protection” harus menjadi panduan di dalam pembuatan kebijakan terkait ekonomi informal. Diskusi ini juga membahas pekerjaan yang layak dan masing-masing negara harus membuat road map dalam mengadopsi kebijakan perlindungan sosial.

 

Acara dilanjutkan dengan konferensi pers dan pemaparan CSO Communique kepada media. Sementara stakeholder lainnya seperti Youth dan Women mengadakan diskusi terpisah.

 

Akhir dari rangkaian kegiatan selama tiga hari ini menghasilkan Communique Meeting of the HLP on the Post-2015 Development Agenda yang menjadi rangkuman kegiatan diskusi seluruh stakeholder terhadap anggota HLP yang hadir. Isi dari Communique tersebut menekankan kepada penghapusan kemiskinan ekstrem (end extreme poverty) di dalam seluruh bentuk dan konteks pembangunan berkelanjutan. Setelah kegiatan di Bali, anggota HLP akan membuat laporan akhir yang akan diserahkan kepada Sekjen PBB di New York pada akhir Mei 2013.

 

Ada tiga point utama yang menjadi kata kunci dan ditekankan oleh CSOs sebagai komitmen bersama, yakni kepemimpinan, ketimpangan, dan keberlanjutan lingkungan berdasarkan prinsip yang universal. Sementara tata cara pelaksanaannya didasarkan pada kekhasan setiap negara.

 

Tujuan akhir pengembangan kapasitas nasional dan kemitraan global adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan promosi pembangunan berkelanjutan melalui upaya-upaya yang sejalan dengan fokus HLPEP yakni peningkatan pertumbuhan ekonomi, kesetaraan sosial, perdamaian dan keamanan, serta kelestarian lingkungan.***