Siaran Pers

Published: 16/12/2013

Tujuan International Conference on Population and Development (ICPD) mengenai pelayanan terkait hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual masih jauh dari memadai. Jumlah remaja di kawasan Asia Pasifik mencapai separuh populasi remaja di dunia. Di Indonesia sendiri satu dari lima orang adalah mereka yang berusia antara 15-24 tahun atau sekitar 63 juta jiwa (33% penduduk Indonesia), namun kebijakan dan agenda program yang dibuat belum memenuhi kebutuhan remaja.

 

Meskipun Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 telah mengatur hak dan kewajiban akan pelayanan kesehatan, dan secara tegas memberikan perlindungan dan kepastian hukum pada pemberi layanan selaku tenaga kesehatan (Pasal 21-29) maupun penerima layanan kesehatan (Pasal 56-58). Namun sayangnya kebijakan tersebut belum diterjemahkan ke dalam program konkrit untuk melayani kebutuhan reproduksi remaja. Padahal dalam kebijakan tersebut menyebutkan bahwa tanggung jawab pemerintah termasuk juga dalam penyediaan pelayanan kesehatan seperti penyediaan sumber daya yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

 

Di luar itu masih ada kebijakan lain yang tidak mendukung kesehatan reproduksi dan seksual seperti Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang justru mengijinkan perempuan berusia 16 tahun dan laki-laki berusia 19 tahun untuk menikah. Kebijakan ini justru menyuburkan fenomena pernikahan usia dini yang berdampak pada meningkatnya kehamilan usia muda, dimana kondisi alat reproduksi perempuan belum berkembang maksimal sehingga meningkatkan resiko kehamilan yang berujung pada kematian ibu. Hal ini berakibat pada Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia terjadi pada usia ibu yang semakin muda. Itulah sebabnya di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi karena minimnya fasilitas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi bagi perempuan.

 

Data SDKI 2012 menunjukkan peningkatan AKI secara tajam di Indonesia yaitu mencapai 359/100.000 kelahiran hidup. Oleh karena itu, remaja Indonesia belum cukup siap untuk menghadapi tantangan kesehatan reproduksi dan tanggung jawab yang akan mereka hadapi ketika mereka memasuki tahun reproduksi.

 

Oleh karenanya penting bagi pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan yang memberikan fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja dan perempuan.

 

Women Research Institute (WRI) saat ini sedang merancang sebuah program untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan reproduksi untuk remaja. Sebagai langkah awal program, WRI menyelenggarakan Seminar bertema “Hak Pendidikan Seks dan Kesehatan Reproduksi Remaja” yang diselenggarakan pada hari ini.

 

Program ini diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk membuat program-program dan kebijkan yang dapat menjawab kebutuhan remaja, khususnya dalam hal pendidikan seks dan kesehatan reproduksi.

 

Jakarta, 18 Desember 2013
Women Research Institute