Editorial
Published: 08/03/2013
Tahun ini, perempuan dari seluruh penjuru dunia merayakan 100 tahun Hari Perempuan Internasional (8 Maret). Berbagai perayaan dan kegiatan diluncurkan di seluruh dunia untuk merayakan pencapaian perempuan. Tema peringatan Hari Perempuan Internasional ke-100 ini adalah Akses Pendidikan yang menekankan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan adalah dasar bagi misi global dalam mencapai persamaan hak dan martabat untuk semua.
Berdasarkan apa yang tertulis dalam Surat Presiden tertanggal 2 Oktober 2010 di Indonesia, perempuan sudah menikmati akses dan kualitas pendidikan yang lebih baik. Perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki yang masuk sekolah dasar dan menengah adalah 93,3 persen pada tahun 1991 dan naik menjadi 97,9 persen pada kurun 2006-2007. Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional menunjukkan bahwa tingkat partisipasi perempuan berumur 7 sampai 12 tahun dalam pendidikan mencapai 97,7 persen pada tahun 2006. Namun, tingkat buta aksara di kalangan perempuan berumur di atas 15 tahun mencapai 11,61 persen dibandingkan hanya 5,44 persen di kalangan laki-laki. Angka-angka tersebut menunjukkan pada kita bahwa pendidikan perempuan di Indonesia masih memiliki masalah. Secara persentase, tingkat jumlah perempuan yang masuk sekolah tampak tinggi. Namun, sedikitnya kenaikan persentase melek aksara menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang menyelesaikan sekolah belum cukup tinggi.
Kesetaraan gender yang lebih baik di Indonesia telah berperan dalam peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan di Negara ini seperti tercermin dalam Gender-related Development Index (GDI) dan Gender Empowerment Measurement (GEM). Human Development Report (HDR) tahun 2007-2009 menempatkan GDI Indonesia pada 0,721 atau sedikit meningkat dari 0,704 di tahun 2006. Angka tersebut menunjukkan adanya akses perempuan yang lebih baik dalam pembangunan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Meskipun telah menunjukkan adanya peningkatan, pencapaian tersebut masih di bawah negara-negara lain di Asia Tenggara. Posisi Indonesia hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan Myanmar dan Kamboja.
Berbagai pencapaian tersebut benar-benar terkait dengan jumlah perempuan yang mampu menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan untuk meningkatkan akses perempuan di bidang pendidikan. Namun, kita harus benar-benar menyelidiki tiga faktor dalam upaya melihat gambaran menyeluruh dari akses dan partisipasi perempuan. Faktor-faktor tersebut adalah kehadiran perempuan, yang diikuti oleh keterwakilan perempuan dan peningkatan kapasitas perempuan. Perempuan akan bisa membuat peraturan-peraturan yang dapat meningkatkan pendidikan mereka dengan kerja nyata dalam tiga faktor ini. Dengan demikian, jumlah buta aksara dapat diberantas. Selamat Hari Perempuan Internasional.***