2014 / Liputan Media / Media

Published: 24/04/2014

Sumber: icrp-online.org, 22 April 2014

 

ICRP, Jakarta – Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sebentar lagi akan mengakhiri masa jabatannya harus segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG). Poin tersebut dilaksanakan untuk menegaskan kembali perjuangan Kartini dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di Republik Indonesia. Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) menyampaikan hal tersebut pada konferensi Pers “semangat Kartini dalam RUU KKG”, Senin, (21/4/2014) di Wisma Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Jakarta.

  

JKP3 memaknai semangat Kartini harus dikonkretkan kedalam perjuangan kesetaraan dan keadilan gender di tanah air. Lebih lanjut dalam siaran persnya jejaring masyarakat sipil yang peduli pada isu perempuan dan advokasi kebijakan ini mengajak publik untuk mendesak senayan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG).

 

Koordinator JKP3, Ratna Batara Munti menyadari adanya kampanye negatif terhadap upaya sipil memperjuangkan pengesahan RUU KG. “Ada politisasi terhadap RUU KKG untuk mendapatkan suara,” tutur Ratna kala diwawancara awak media seusai konferensi pers.

 

Menurut Ratna adanya polemik antara adat di masyarakat dan perjuangan hak-hak perempuan harus ditengahi oleh konstitusi. “Kami mengusulkan kepada DPR bahwa dalam RUU KKG adat harus tidak bertentangan dengan konstitusi,” tegas Ratna. Aktivis LBH APIK  ini tidak memungkiri terkadang ada adat yang  mendiskriminasi hak-hak perempuan. Karenanya, kritik terhadap tradisi yang intimidatif terhadap perempuan menurut Ratna harus diperjuangan ke dalam ranah perundang-undangan.

 

Meski demikian Ratna yakin bahwa adat di nusantara ada pula yang memberikan semangat positif bagi kesetaraan gender.

 

“Ketika ada UU ini (UU KKG) kita berharap ada penghilangan diskriminasi terhadap perempuan,” pungkas Ratna.

 

Berdasar data Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia ada lonjakan kematian ibu dari 228 hingga ke titik 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu, usia menikah perempuan semakin lama semakin muda. Hal ini ditunjukan oleh data Riset Kesehatan Dasar yang menyatakan sebanyak 46 % perempuan menikah di usia kurang dari 20 tahun.

 

Kondisi perempuan yang demikian diperburuk dengan meningkatnya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari tahun ke tahun. Hal ini memiliki hubungan yang erat dengan budaya di masyarakat, yaitu Patriarki. Paradigma itu masih mengakar karena  sekadar disokong adat tetapi juga adanya legitimasi tafsir agama yang bias.

 

Padahal sejak 2011, Komisi VIII  telah menginisiasi pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG). Masih besarnya tingkat diskriminasi terhadap perempuan ini menunjukan adanya jarak antara kebijakan yang tidak cukup kuat sebagai payung hukum dan realitas di lapangan.

 

Tautan berita dapat diakses di sini.