Peningkatan Kapasitas / Training
Published: 15/04/2014
Kepemimpinan Perempuan sebagai Upaya Menghadapi Tantangan Sosial, Budaya dan Politik di Indonesia
Sebagai tindak lanjut penelitian Women Research Institute (WRI) pada 2012 berjudul “Feminist Leaderships Paska Negara Otoritarian Indonesia dalam Mempengaruhi Gerakan Sosial dan Korelasinya dengan Peningkatan Kesejahteraan Perempuan: Studi Kasus di 5 Wilayah”, WRI mengadakan pelatihan peningkatan kapasitas bagi para pemimpin organisasi perempuan dan para kadernya untuk keberlanjutan organisasi perempuan dalam memperkuat posisi perempuan di masyarakat.
Program pelatihan pengembangan kapasitas ini bertujuan untuk memperkuat keterampilan kepemimpinan para pemimpin dan kader organisasi perempuan dalam melakukan advokasi isu-isu perempuan. Hal ini berkaitan dengan banyaknya tantangan yang dihadapi oleh organisasi perempuan dalam melaksanakan program mereka. Berdasarkan hasil penelitian WRI sebelumnya, pengaruh dari budaya, sosial dan politik dalam masyarakat Indonesia telah menghalangi pemimpin perempuan dalam menggunakan kekuasaan mereka untuk mengatasi permasalahan isu-isu perempuan.
Oleh karena itu WRI merancang program pelatihan pengembangan kapasitas bagi pemimpin dan kader organisasi perempuan yang mengarah pada pengembangan rencana advokasi di lima wilayah di Indonesia yaitu Padang, Jakarta, Deli Serdang, Mataram, dan Makassar.
Pelatihan Kepemimpinan Perempuan ini berisikan tiga materi utama yaitu, materi Gender, Kepemimpinan Perempuan, dan Advokasi. WRI telah menyelesaikan draft pertama modul panduan pelatihan kepemimpinan perempuan dan juga draft pertama bahan bacaan dan handout panduan pelatihan Kepemimpinan Perempuan. Kedua draft modul ini akan terus dikembangkan dan diperbaiki dengan mengundang panel ahli dan berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh selama pelatihan di lima wilayah tersebut.
Kegiatan uji coba modul dan pelatihan “Kepemimpinan Perempuan” untuk pertama kalinya dilakukan di Kota Padang pada 1-3 April 2014. Pelatihan diikuti sebanyak 22 orang aktivis perempuan Padang yang berasal dari berbagai LSM, organisasi masyarakat perempuan, dan juga perguruan tinggi, yaitu Aliansi We Can Sumbar, LP2M, Harmonia, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Padang, Walhi, Yayasan Totalitas, PSW Unand, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang, dan Himpunan Wanita Disabilitas Sumbar.
Pengetahuan peserta sangat beragam dari yang sudah sangat maju dalam pemahaman gender dengan mereka yang tidak tahu apa gender (ada satu peserta yang belum tahu apa itu gender). Pelatihan ini sendiri dipandu oleh dua orang fasilitator dari WRI, yaitu Edriana Noerdin dan Sita Aripurnami. Pelatihan juga dihadiri oleh Damairia Pakpahan (Aktivis Perempuan Yogyakarta) dan Theresia Iswarini dari Hivos yang diundang oleh WRI sebagai observer.
Pelatihan dimulai dengan materi pemahaman Gender, beberapa peserta ada yang sudah terpapar dengan konsep gender namun tidak sedikit peserta yang belum mengenal konsep gender meski mereka sudah lama berkecimpung dalam gerakan perempuan di Kota Padang. Menariknya lagi, ketika materi Gender terjadi diskusi mengenai seksualitas yang memang belum dimasukkan ke dalam materi modul. Hal ini dapat diartikan bahwa isu seksualitas sangat perlu dimasukkan ke dalam modul pelatihan berikutnya agar materi gender yang diberikan komprehensif.
Materi berikutnya adalah Kepemimpinan Perempuan. Materi ini mengajak para peserta agar dapat menjadi pemimpin yang mampu memperjuangkan isu-isu perempuan yang ada di sekitar mereka. Selain itu juga bertujuan agar peserta dapat mengkaji bagaimana gender mempengaruhi persepsi mengenai kekuasaan dan kepemimpinan keluarga dan komunitas. Materi terakhir yaitu materi advokasi. Beberapa kisah inspiratif tentang kepemimpinan perempuan muncul dari peserta pelatihan. Salah satunya adalah kisah Uni Jas yang memperjuangkan perbaikan akses jalan dengan berani mengajak ibu-ibu untuk berjuang dengan melakukan advokasi ke pemerintah terkait adanya perbaikan akses jalan ke kampung mereka hingga pada akhirnya pemerintah memenuhi tuntutan mereka. Pelatihan ditutup dengan materi Advokasi dan role play advokasi. Untuk sesi role play advokasi para peserta dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama dengan isu: (1) advokasi kasus anak sekolahan – korban kekerasan seksual yang dikeluarkan karena hamil dan dilakukan dengan sasaran advokasinya DPRD dan kelompok kedua dengan advokasi kasus tambang yang membuat ibu-ibu kehilangan mata pencaharian.
Dari tiga hari pelatihan ini, para peserta mempunyai perspektif baru dan mulai menyadari bahwa ada banyak ketidakadilan yang dialami perempuan di Kota Padang yang belum terselesaikan dengan menggunakan perspektif gender. Oleh karenanya para peserta sepakat perlunya para aktivis perempuan mempunyai jiwa kepemimpinan yang berperspektif gender. Kepemimpinan diartikan sebagai sosok yang mau bekerja untuk suatu perubahan dalam kehidupan perempuan khususnya di Kota Padang. Hal ini mengingat begitu banyak tantangan sosial, adat, dan agama yang masih menghambat perjuangan mereka.
Para peserta mengapresiasi adanya pelatihan ini, dengan pelatihan ini mereka mampu menganalisa permasalahan-permasalahan sosial dan bagaimana persoalan perempuan dapat diselesaikan dengan adil. Peserta berharap dengan pelatihan ini gerakan perempuan di Kota Padang lebih solid dengan membuat rencana tindak lanjut bersama yaitu dengan membuat jaringan diantara peserta. ***