Peningkatan Kapasitas / Workshop
Published: 04/09/2007
Pelatihan dan pengembangan kurikulum, Health Services Program (HSP) dan Women Research Institute (WRI) selama enam bulan akan diadakan 14 lokakarya di sejumlah kabupaten berikut: (1) Serang; (2) Tangerang; (3) Jakarta Barat; (4) Jember; (5) Malang; (6) Aceh Barat; (7) Aceh Besar; (8) Banda Aceh; (9) Deli Serdang; (10) Medan; (11) Sumedang; (12) Kota Bandung; (13) Bogor; (14) Aceh Jaya dan (15) Kediri. HSP dan WRI pernah menyelenggarakan sejumlah lokakarya dalam periode Juli – Agustus 2007. Laporan ini mencoba memberikan gambaran tentang pelaksanaan empat lokakarya yang telah dilakukan di (1) Kediri (21–23 Agustus, 2007), (2) Aceh Besar (21-23 Agustus, 2007), (3) Sumedang (29–31 Agustus, 2007) dan (4) Deli Serdang, dilaksanakan di Medan (29–31 Agustus, 2007).
Capaian
Program ini adalah program peningkatan kapasitas untuk menajamkan keterampilan advokasi dengan maksud untuk membantu Menteri Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian ibu melahirkan, bayi, dan anak (maternal, newborn, and child atau MNC) dengan dukungan dari Health Services Program (HSP) Indonesia. Salah satu strateginya adalah melakukan advokasi di tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten dan memastikan bahwa akan ada alokasi sumberdaya yang cukup untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan, bayi, dan anak. Sejalan dengan peraturan perundangan tentang desentralisasi, program ini menekankan advokasi pada tingkat kabupaten dengan memperkuat kapasitas advokasi Dinas Kesehatan Kabupaten.
Terkait dengan proses fasilitasi lokakarya di Kediri, Aceh Besar, Sumedang dan Deli Serdang, dapatlah dikatakan bahwa sampai tingkat tertentu keterampilan advokasi dari para peserta cukup meningkat. Para peserta yang mewakili parlemen, masyarakat sipil, dan LSM, memperoleh pengalaman dan pengetahuan untuk melakukan advokasi. Pengalaman Kota Sumedang sangat menarik karena peran yang kuat dari koordinator Tim Ad-hoc kabupaten. Namun, pada awalnya sejumlah hambatan dialami, khususnya dari pihak eksekutif. Tanggapan dari perwakilan DPRD, dan Ketua Komisi Anggaran justru sangat positif. Pihak DPRD sepakat untuk membicarakan lebih lanjut draft peraturan daerah untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di daerah, termasuk menangani persoalan kematian ibu melahirkan dan anak-anak selain juga meningkatkan anggaran untuk isu-isu tersebut.
Dibandingkan dengan lokakarya di Sumedang, lobbi yang dilakukan ke pihak DPRD di Kediri juga dapat dikatakan cukup baik. Para peserta belajar banyak hal terkait dengan situasi nyata dalam berurusan dengan pihak DPRD di Kediri. Mereka harus menunggu sekitar 2 jam dan pada akhirnya pihak DPRD mengutus Komisi D untuk menerima peserta. Proses lobbi cukup alot dan memakan waktu lebih dari satu jam untuk bernegosiasi. Meski demikian, akhirnya Komisi D berjanji kepada peserta untuk melakukan penataan Anggaran Daerah untuk program-program yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak di Kediri.
Sementara itu lokakarya di Aceh Besar juga dapat dikatakan berhasil. Pendekatan yang melibatkan berbagai pihak membantu para peserta untuk mengembangkan pesan-pesan advokasi. Advokasi kepada pihak DPRD telah membawa pihak DPRD berjanji untuk meningkatkan anggaran perbaikan kesehatan ibu dan anak dalam 2008.
Pelatihan di Deli Serdang menunjukkan bahwa sangatlah penting untuk mengaitkan perhitungan kebutuhan atas anggaran kesehatan ibu dan anak dengan perhitungan tentang penyusutan ekonomi. Pengkaitan ini dapat membantu untuk meyakinkan proses advokasi anggaran ke pihak pembuat keputusan di daerah.
Di empat kabupaten tersebut data yang tersedia tentang kesehatan ibu dan anak dan anggaran untuk sektor ini sangatlah kurang. Sejumlah dinas kesehatan di kabupaten bahkan tidak memiliki data terkini tentang persoalan ini, khususnya yang terkait dengan angka kematian ibu dan anak. Para peserta yang kemudian membentuk Tim ad-hoc di Kediri, Aceh Besar, Sumedang dan Deli Serdang, akan melakukan tindak lanjut untuk mendapatkan data-data terkini dan juga untuk mendapatkan komitmen dari DPRD di tiap kabupaten tersebut dan juga komitmen bupati. Beberapa kabupaten bahkan tidak memberikan akses kepada masyarakat tentang alokasi anggaran untuk tahun fiscal berjalan.
Pembelajaran
Keempat lokakarya tersebut mengungkapkan bahwa ada daerah-daerah yang perlu dilakukan perbaikan agar dapat melaksanakan lokakarya berikutnya.
Peserta
Lokakarya tersebut dirancang untuk meningkatkan kemampuan advokasi peserta. Oleh karena itu para peserta seyogyanya adalah mereka yang telah memiliki pengetahuan mengenai isu kematian ibu dan anak dan advokasi. Terkait dengan hal ini, kriteria seleksi terhadap para peserta antara lain adalah orang-orang yang telah memiliki pengetahuan tentang isu-isu kematian ibu dan anak dan juga yang telah mempunyai pengalaman dalam advokasi. Kabupaten Sumedang adalah contoh yang baik tentang peranan yang kuat dari Ketua Tim Ad-hoc. Advokasi yang dilakukan cukup berhasil dalam mempengaruhi perencanaan program dan alokasi anggaran untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak di dalam ke empat kabupaten tersebut. Kisah keberhasilan Sumedang juga terkait dengan seleksi peserta yang menjaring orang-orang yang memang memiliki pengetahuan tentang isu terkait dan punya pengalaman advokasi, serta telah mempengaruhi para pembuat keputusan di tingkat kabupaten, khususnya di kalangan DPRD.
Lokakarya tersebut direncanakan untuk dilakukan selama enam bulan, namun kebanyakan kantor PC mempunyai keterbatasan waktu untuk melakukan persiapan penyelenggaraan lokakarya tersebut. Berdasarkan pertukaran pengalaman di dalam lokakarya, para peserta menyadari bahwa jaringan antar komunitas untuk pertukaran informasi tentang apa saja yang telah dikerjakan dan pengalaman masing-masing, dan juga tentang kegiatan peningkatan kapasitas dalam advokasi sangatlah penting. Pertukaran informasi tentang kisah sukses berbagai kelompok dalam membentuk aliansi lintas kelompok adalah hal yang penting sekali sebagaimana juga pertukaran informasi mengenai upaya multi-pihak untuk memberikan pendidikan bagi anggota komunitas untuk menggunakan cara berpikir kritis dalam melakukan analisis persoalan kematian ibu dan anak. Cara bagaimana multipihak melakukan pendidikan bagi anggota komunitas adalah berdasarkan data yang dapat dipercaya, dan perlu dibagikan pengalaman ini sebagai sebuah pengalaman berharga.
Pengalaman dari empat lokakarya tersebut di atas menunjukkan bahwa sangatlah penting untuk bekerja berdasarkan data yang terpercaya. Ini merupakan prasyarat bagi sebuah kerja advokasi. Meski demikian, dengan sejumlah data kualitatif dan perhitungan proyeksi berdasarkan data, substansi pesan advokasi cukup kuat gaungnya untuk meyakinkan DPRD Deli Serdang.
Panitia Penyelenggara
Dalam sesi pembukaan dari setiap lokakarya, HSP melalui perwakilannya selalu menekankan pentingnya data dan bahwa advokasi seyogyanya merupakan sebuah kegiatan yang berlandaskan bukti. Oleh karena itu data yang mendukung kegiatan advokasi sangatlah penting. Lokakarya yang diselenggarakan di Kediri, Deli Serdang dan Aceh Besar tidak mempunyai dukungan data yang memadai. Lokakarya Sumedang menunjukkan bahwa peserta sungguh terlibat dan mengetahui isu kematian ibu dan anak. Jika kita merujuk ke pernyataan HSP bahwa advokasi berlandaskan data dan bukti adalah basis, maka pelaksanaan lokakarya selanjutnya di kabupaten lain harus didukung oleh data yang kuat yang menjadi tanggung jawab para koordinator program.
Inti dari lokakarya adalah memperkuat keterampilan advokasi dari para peserta. Lokakarya itu sendiri dirancang untuk membantu peserta memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam hal advokasi di tengah situasi nyata, baik dalam hal dengar pendapat dengan parlemen ataupun dalam acara talk-show public di radio maupun televisi. Lokakarya disiapkan dalam waktu yang terbatas, sehingga berdasarkan pengalaman ini maka lokakarya selanjutnya perlu waktu yang cukup untuk melakukan persiapan. Para PC masih mempunyai cukup waktu untuk membuat persiapan tentang laporan kepada anggota DPRD, dan para pembuat keputusan maupun juga dalam lingkaran LSM dan kelompok perempuan yang memiliki pengalaman dalam melakukan advokasi tentang isu kematian ibu dan anak. Dengan membuat semua persiapan secara matang diharapkan bahwa persoalan-persoalan seperti undangan, gambaran situasi nyata mengenai kerja lobbi dan dengar pendapat bersama DPRD, menghubungi narasumber yang punya kompetensi dan pengalaman dalam isu kematian ibu dan anak dan juga perihal anggaran dan kebijakan terkait di tiap kabupaten dengan dukungan data yang memadai dapat dicapai sebuah kondisi kesiapan yang dapat membantu pencapaian yang baik dari tujuan kegiatan sebagaimana yang ditetapkan.
Lokakarya di Kediri, Sumedang dan Deli Serdang telah berhasil dalam menata dan menyampaikan situasi nyata dalam melakukan advokasi di lingkungan parlemen daerah. Hasilnya memuaskan karena anggora DPRD sangat tertarik pada presentasi yang dilakukan oleh para peserta. Di Aceh Besar, DPRD diundang untuk ikut ke lokasi lokakarya untuk bertatap muka dengan para peserta. Semua upaya untuk melakukan lobbi kepada para pembuat keputusan membawa hasil yang menggembirakan untuk meningkatkan alokasi anggaran untuk penurunan angka kematian ibu dan anak dan memperbaiki kondisi pelayanan kesehatan di daerah. Kini giliran Tim ad-hoc untuk melakukan tindak lanjut terhadap semua janji-janji atau komitmen yang sudah dicapai, agar dapat menjadi sebuah upaya nyata dalam mengurangi angka kematian ibu dan anak.
Pengembangan Draft Modul
Pada 1 Agustus 2007, HSP dan WRI bertemu untuk mempersiapkan sebuah pertemuan dengan Departemen Kesehatan untuk menggali umpan balik bagi modul, yang akan berlangsung pada 20 September 2007. Sampai saat ini, sudah ada beberapa masukan tertulis dari Departemen Kesehatan dan juga dari sejumlah pihak, yaitu dari organisasi-organisasi internasional yang terlibat sebagai pengamat di dalam empat lokakarya tersebut di atas. Pada tahap ini WRI sedang mempersiapkan draft ke empat dari Modul.
Komentar-komentar yang masuk sangat positif dan perwakilan Departemen Kesehatan menyatakan bahwa perbaikan dari modul sangat bermanfaat bagi mereka, terutama mengenai topik tentang Analisis Anggaran dan Identifikasi Problem Lokal dalam Isu Kematian Ibu dan Anak. Pihak Departemen Kesehatan juga merasa bahwa alat advokasi, yaitu substansi presentasi yang dilakukan oleh para peserta dalam kegiatan advokasi mereka sangat kuat dan baik sekali. Pihak Departemen Kesehatan mengatakan bahwa lokakarya tersebut telah melengkapi peserta dengan kemampuan untuk melakukan lobbi dan advokasi untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak.
Co-Fasilitator
Berdasarkan masukan dari pihak Departemen Kesehatan pelaksanaan lokakarya harus memberikan dorongan peran para co-fasilitator; yang dimaksud yaitu para fasilitator daerah. Keterlibatan fasilitator daerah dipandang penting oleh HSP maupun pihak Departemen Kesehatan untuk memperkuat kerja-kerja tim ad-hoc yang bisa saja dibentuk sebagai hasil dari lokakarya itu sendiri.
Di Sumedang, fasilitator daerah menunjukkan kemampuan dan pengetahuan mengenai advokasi dan khususnya punya keterampilan dalam pelacakan anggaran (budget tracking). Keterampilan memfasilitasinya sangat baik dan mampu terlibat dengan para peserta yang datang dari berbagai latar belakang berbeda (multistakeholders). Terlihat bahwa tim ad-hoc di Sumedang memiliki fasilitator handal yang dapat membantu pencapaian tujuan dari rencana kerja yang telah dibuat. Kebetulan bahwa fasilitator daerah juga merupakan ketua Tim ad-hoc Sumedang. Di Kediri, Aceh Besar dan Deli Serdang faslitator daerah sangat bersemangat untuk terlibat dalam proses lokakarya. Dan mereka kemudian terlibat secara aktif di dalam dinamika lokakarya sampai akhir lokakarya. Fasilitator di Deli Serdang adalah para pelatih di Dinas Kesehatan setempat. Hal ini sangat membanggakan karena para pelatih dari Dinas Kesehatan setempat bisa terlibat lebih lanjut dengan dorongan dari PC. Diharapkan bahwa di masa mendatang peran dan kapasitas fasilitator daerah menjadi aspek yang penting untuk dipertimbangkan oleh kantor PC di kabupaten-kabupaten. ***