Peningkatan Kapasitas / Training

Published: 28/05/2014

Berangkat dari hasil penelitian WRI pada 2012 lalu yang berjudul “Feminist Leaderships Paska Negara Otoritarian Indonesia dalam Mempengaruhi Gerakan Sosial dan Korelasinya dengan Peningkatan Kesejahteraan Perempuan: Studi Kasus di 5 Wilayah”. Ditemukan bahwa pengaruh dari budaya, sosial dan politik dalam masyarakat Indonesia telah menghalangi pemimpin perempuan dalam menggunakan kekuasaan mereka untuk mengatasi permasalahan isu-isu perempuan.

 

Gerakan perempuan melalui organisasi non pemerintah merupakan upaya bagi kaum perempuan untuk menciptakan ruang kepemimpinan sosial yang lebih memberi keadilan dan kesetaraan bukan untuk mencapai dominasi. Membicarakan kepemimpinan perempuan dalam konteks sosial yang lebih luas maka tentu kita tidak dapat mengabaikan faktor sosial budaya. Hal ini berkaitan dengan tujuan organisasi perempuan tersebut dalam mewujudkan perubahan sosial yang berkeadilan gender dan keadilan sosial. Mengorganisasikan diri, kelompok atau komunitas untuk mewujudkan perubahan sosial tentu mengandung langkah yang tatkala diambil, mempunyai resiko menimbulkan masalah baru, atau malah pukulan balik. Bahkan pada tingkat kegiatan, keikutsertaan perempuan sudah dapat memunculkan tekanan dari tokoh masyarakat atau agama yang tidak bersetuju dengan aktivitas perempuan di luar ranah domestik.

Selain itu dalam masyarakat yang patriarkal kepemimpinan cenderung dilihat sebagai entitas yang lebih bernilai maskulin. Hambatan utama dalam menegakkan kepemimpinan yang berperspektif feminis adalah dominasi wacana ‘normatifitas ibu’ dan wacana ‘normatifitas bapak’ yang diletakkan secara dikotomis dengan masing-masing simbolnya. Hal ini menjadi beban bagi kaum perempuan ketika menjadi pemimpin karena kepemimpinan mereka tidak sesuai dengan normatifitas yang berlaku.

Mengingat betapa pentingnya Kepemimpinan Perempuan sebagai gerakan perubahan sosial, Women Research Institute (WRI) mengadakan program kegiatan pelatihan pengembangan dan penguatan kapasitas bagi para pemimpin organisasi perempuan dan para kadernya untuk kebutuhan akan keberlanjutan organisasi perempuan yang harus dipertahankan untuk memperkuat posisi perempuan dalam masyarakat. Pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat keterampilan kepemimpinan para pemimpin dan kader organisasi perempuan dalam melakukan advokasi isu-isu perempuan dan memfasilitasi rencana advokasi pemimpin perempuan untuk memperkuat kapasitas mereka dalam menggunakan kekuasaan mereka untuk mengatasi kendala budaya, sosial, dan politik di 5 daerah terpilih.

WRI berkeyakinan bahwa dengan mempromosikan kepemimpinan perempuan memberikan manfaat lebih dari membangun personal perempuan karena begitu seorang perempuan memiliki kapasitas diri, maka dirinya akan berusaha untuk membagi manfaat yang diperolehnya (pengetahuan dan ketrampilan) kepada anggota keluarga serta lingkungan terdekatnya. Selain itu perempuan yang memiliki akses pada pengetahuan, modal sosial dan modal usaha menunjukkan bahwa perempuan akan lebih mampu untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan agar dapat mengangkat kepentingan perempuan dalam kehidupan masyarakat.

WRI pada April 2014 telah melakukan ujicoba modul sekaligus pelatihan pertama di Kota Padang. Pada tanggal 6-8 Mei 2014 WRI kembali mengadakan pelatihan di Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Pelatihan yang difasilitasi oleh Edriana Noerdin dan Sita Aripurnami ini diikuti sebanyak 20 peserta dari anggota Federasi Hapsari, seperti SPPN Serdang Bedagai, SPI Serdang Bedagai, SPI Deli Serdang, SPI Labuhan Bantu dan dari sekretariat HAPSARI. Seluruh peserta dari anggota Federasi HAPSARI, para pemimpin dan kader Federasi HAPSARI banyak yang telah berhasil menduduki posisi penting dalam program pemerintah di desa mereka. Selain itu mereka juga aktif diundang dalam rapat pengambilan keputusan desa. Hal ini membuat WRI ingin melakukan penguatan kepada pemimpin dan kader Federasi HAPSARI agar terciptanya keberlangsungan organisasi perempuan yang membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat khususnya perempuan.

Adapun materi pelatihan yang diberikan oleh WRI terdiri dari 3 bagiani, yaitu gender, kepemimpinan dan advokasi. Berdasarkan catatan dan masukan yang didapat ketika ujicoba modul dan pelatihan pertama tersebut, WRI terus melakukan perbaikan modul pelatihan agar dapat mengakomodir kebutuhan dan tantangan yang dihadapi saat ini oleh organisasi perempuan khususnya pemimpin dan kader organisasi perempuan. Penambahan materi seksualitas dan kesehatan reproduksi dilakukan pada modul pelatihan yakni dengan menambahkan materi seksualitas dan kesehatan reproduksi.

Peserta pelatihan mengakui bahwa mereka sudah sering mendapatkan materi gender namun menurut mereka hal tersebut sulit diterapkan. Akan tetapi, agak berbeda pelatihan yang diadakan oleh WRI ini dengan pelatihan yang mereka terima sebelumnya, karena selain peserta semuanya perempuan dimana mereka juga dapat menceritakan keluh kesah yang ‘khas perempuan’ seperti permasalahan hubungan relasi dalam rumah tangga. Yang membuat mereka lebih antusias lagi adalah metode pelatihan WRI yang menggunakan role play dan simulasi praktik melakukan advokasi yang menurut mereka sangat berguna. Simulasi praktik advokasii membuat pemahaman teori dan konsep gender yang telah sering mereka dapatkan dapat diasah lebih tajam dengan melakukan simulasi praktik ini. Pelatihan ini juga diselangi dengan berbagai permainan yang membuat mereka terus bersemangat mengikuti hingga akhir pelatihan. ***