2015 / Liputan Media / Media

Published: 01/10/2015

Sumber: BeritaSatu.com, Jumat, 18 September 2015 | 01:50

Jakarta – Direktur Eksekutif Women Research Institute Sita Aripurnami mengungkapkan peran perempuan dalam ranah politik formal masih minim. Dua fakta bahwa peran perempuan masih minim, yakni keterwakilan di pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2015 dan di parlemen.

“Keterwakilan perempuan masih sangat minim. Hal tersebut, terungkap dalam data Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem),” kata Sita dalam sebuah diskusi di Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (17/9).

 
Dari data tersebut, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dari perempuan hanya 116 calon atau 7,32 persen dari jumlah keseluruhan 1.584 calon di pilkada. Kenyataan ini menunjukkan harapan terhadap menguatnya kepemimpinan perempuan masih sulit tercapai.

Selain di pilkada, lanjut Sita, keterwakilan perempuan melalui penerapan kuota minimal 30 persen di parlemen juga mengalami kegagalan pada Pemilu 2014. Tidak ada satu pun partai politik yang memenuhi kuota keterwakilan perempuan tersebut. “Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan keterpilihan perempuan di parlemen pada periode 2014-2019 turun dari 18,2 persen atau 103 kursi pada 2009 menjadi 17,3 persen atau 97 kursi pada 2014,” ungkapnya.

Padahal, kata Sita, calon legislatif perempuan yang masuk dalam daftar pemilih meningkat dari 33,6 persen pada 2009 menjadi 37 persen pada 2014. “Terdapat tujuh provinsi yang tidak memiliki keterwakilan perempuan di parlemen, seperti Aceh, Papua Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, dan Bangka Belitung,” kata Sita.

Dia mengatakan, rendahnya jumlah keterwakilan perempuan di parlemen bisa jadi karena pada kenyataannya tidak terlalu banyak perempuan yang terjun ke dunia politik karena faktor kultur yang belum membuka ruang bagi perempuan di politik. Selain itu, keterbatasan modal sosial, politik dan finansial bagi perempuan. “Hal ini menyulitkan perempuan dalam keikutsertaannya di ranah politik formal,” tambah Sita.

Menurutnya, minimnya keterwakilan perempuan di ranah politik dapat menyulitkan perjuangan perempuan. “Keberadaan perempuan di parlemen dan pilkada diharapkan dapat memberi nilai yang berarti untuk kehidupan perempuan,” tandas Sita.

Yustinus Paat/WBP

 

Tautan:

http://www.beritasatu.com/nasional/307947-peran-perempuan-masih-minim-di-ranah-politik-formal.html