Editorial

Published: 14/05/2012

Dalam isu gender dan kemiskinan, rumah tangga merupakan salah satu sumber diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan. Ketidaksetaraan di dalam alokasi sumberdaya dalam rumah tangga memperlihatkan laki-laki dan perempuan mengalami bentuk kemiskinan yang berbeda. Di ruang publik, kemiskinan perempuan selalu dikaitkan dengan tertutupnya ruang-ruang partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan yang sifatnya formal bagi perempuan. Bagi perempuan seringkali konsep ruang publik ini diartikan sebagai tempat kerja atau tempat berusaha daripada forum-forum di dalam komunitas. Keterlibatan dalam forum publik di dalam komunitas pun biasanya terbatas dan masih tidak terlepas dari peran domestiknya, seperti arisan, pengajian atau perkumpulan keagamaan, dan PKK.

 

Persoalan lain yang dihadapi perempuan adalah pembangunan di segala bidang yang seringkali belum berpihak kepada perempuan. Program-program pembangunan secara formal seringkali dikuasai laki-laki dan karena sumber daya yang penting dalam kehidupan selalu dikuasai oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan sosial, ekonomi dan politik lebih kuat, maka adanya marginalisasi terhadap peran perempuan dalam pengambilan keputusan seringkali terabaikan. Hal ini terjadi karena perempuan seringkali tidak dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan yang bersifat formal.

 

Seringkali banyak pihak sudah cukup berbesar hati bahwa perempuan Indonesia kini sudah berpartisipasi dalam lingkup publik. Namun, tingginya partisipasi perempuan, misalnya, dalam kerja publik ternyata belum menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja perempuan. Mereka, para pekerja perempuan itu, masih menerima perlakuan yang diskriminatif di tempat kerjanya. Upah yang mereka terima cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Tunjangan-tunjangan yang diterima oleh pekerja laki-laki belum tentu juga diterima oleh pekerja perempuan, sekalipun untuk jenis pekerjaan yang sama.

 

Dalam hal pelayanan publik, kebanyakan perempuan di Indonesia juga masih mengalami situasi yang sama sekali tidak menggembirakan. Salah satu yang mendasar adalah mengenai pelayanan kesehatan terhadap perempuan di Indonesia. Dan, indikator yang paling jelas mengenai hal ini adalah mengenai Angka Kematian Ibu (AKI) ketika melahirkan. AKI di Indonesia terlihat belum nenunjukkan tanda-tanda penurunan secara berarti selama 10 tahun terakhir ini. Adapun data survei terakhir menyebutkan bahwa angka kematian ibu mencapai 307/100 ribu (SDKI, 2003).

 

Uraian di atas ini memperlihatkan beberapa gambaran dari situasi kemiskinan yang dihadapi perempuan yang secara cukup rinci coba untuk dipaparkan. Harapannya, Women Research Institute sebagai sebuah lembaga yang mengupayakan pengembangan konsep tata pemerintahan yang adil gender, dapat mengkontribusikan pemikiran guna menggugah kesadaran semua pihak, termasuk para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan. Sehingga, perspektif keadilan gender tercermin dalam kebijakan publik baik dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Daerah maupun Anggaran Daerah yang pada gilirannya dapat bermanfaat untuk mengurangi kemiskinan yang dihadapi perempuan di Indonesia. ***