Event / Workshop
Published: 13/03/2006
Women Research Institute (WRI) berkesempatan menghadiri Pertemuan ke-50 dari Komisi “the Status of Women” yang diselenggarakan oleh PBB di Markas Besar PBB, New York, USA. Pertemuan ini diadakan pada 27 Februari sampai 10 Maret 2006. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah:
-
Menggalang kerja bersama pemerintah dan kelompok masyarakat untuk memastikan strategi pengarusutamaan gender terlaksana agar dapat mencapai kondisi kesetaraan gender, terutama dalam kaitannya dengan sektor pendidikan dan kerja (dalam hal ini menyangkut kerja yang dilakukan oleh perempuan Indonesia di luar negeri)
-
Melakukan penilaian kembali terhadap kebijakan, strategi program dan upaya lain yang disusun untuk meningkatkan partisipasi perempuan di dalam pengambilan keputusan (legislatif, eksekutif dan yudikatif)
-
Menggalang kerjasama lembaga pemerintah dan non pemerintah untuk meningkatkan mitra kerja secara kelembagaan dalam pengadaan data terpilah, jejaring kerja yang kuat demi mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam segala bidang
-
Mengkaji hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan kebijakan dan strategi pengarusutamaan gender demi mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam segala bidang kehidupan
-
Melakukan lobby di tingkat internasional mengenai pentingnya melakukan ratifikasi tentang beberapa konvensi internasional yang terkait dengan kondisi kesetaraan gender, seperti konvensi penghapusan kerja paksa dan konvensi perlindungan buruh migran dan keluarganya
Output Kegiatan
Aktivitas |
Output |
Catatan Tambahan |
Analisis perspektif gender terhadap situasi sosial ekonomi dan budaya Indonesia |
Masukan terhadap pemerintah atas draft kesepakatan bersama tentang peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan dan dalam pembangunan |
|
Lobby pada dunia internasional mengenai kondisi dan posisi perempuan Indonesia |
Meningkatnya pemahaman tentang kondisi dan posisi perempuan di dunia internasional, dan perbedaan permasalahan antara negara maju dan negara berkembang |
Lobby dilakukan secara tidak langsung melalui keterlibatan dalam sesi-sesi diskusi, khususnya diskusi dalam forum NGO |
Menggalang koalisi atau kerjasama dengan pemerintahan negara-negara di tingkat internasional agar dapat tercapai kondisi kesetaraan dan keadilan gender |
Memahami mekanisme kerja komisi dan dinamika pencapaian kesepakatan antar negara dalam meningkatkan partisipasi perempuan |
Menggalang koalisi atau kerjasama dengan pemerintahan negara-negara di tingkat internasional tidak bisa dengan mudah dilakukan karena kepadatan agenda konperensi |
Mensosialisasikan dan menyebarluaskan kemajuan dan persoalan dalam rangka melaksanakan strategi pengarusutamaan gender | Memahami masalah dan keadilan gender di dunia internasional dan berbagai strategi untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender | Sosialisasi dilakukan melalui keterlibatan dalam sesi-sesi diskusi, khususnya dalam forum NGO |
Menggalang kolaborasi dengan sesama negara pengirim dalam mencari solusi bagi perlindungan buruh migran di negara-negara tujuan |
|
|
Capaian Program
Partisipasi WRI yang diwakili Sita Aripurnami dan Edriana Noerdin untuk menghadiri Fiftieth Session Commission on the Status of Women pada 27 Februari hingga 10 Maret 2006. Partisipasi pada pertemuan tersebut dalam kapasitas sebagai Delegasi Resmi RI dengan posisi sebagai penasehat wakil pemerintah RI dalam forum internasional tersebut. Kesertaan Sita Aripurnami dan Edriana Noerdin juga diperkuat oleh anggota delegasi RI yang lain, yang berangkat dengan dukungan lembaga lain seperti Darmiyanti Muchtar dari Kapal Perempuan dan Sri Palupi dari Institute for ECOSOC Rights.
Keikutsertaan Sita Aripurnami, dan Edriana Noerdin serta Sri Palupi dan Darmiyanti Muchtar (selanjutnya disebut dengan tim) terutama untuk memberikan masukan bagi wakil-wakil pemerintah RI dalam memberikan masukan RI dalam finalisasi Resolusi hasil Fiftieth Session Commission on the Status of Women. Khususnya, masukan untuk isu-isu seperti Kerja, Kesehatan dan Pendidikan selain isu spesifik seperti kerja buruh migran dan partisipasi politik perempuan.
Secara kelembagaan, kegiatan advokasi internasional ini meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam membangun jaringan dan melakukan advokasi internasional, khususnya untuk isu perempuan dan buruh migran.
Dalam hal perubahan kebijakan, kegiatan advokasi internasional yang dilakukan ini masih jauh dari capaian tujuan perubahan kebijakan. Namun demikian keberhasilan dalam menggalang kerjasama dengan pemerintah (dalam hal ini KPP) dalam merumuskan dan membahas agenda-agenda nasional dan internasional untuk isu perempuan dan buruh migran merupakan capaian program yang mengarah ke perubahan kebijakan yang direncanakan.
Masukan tim pada draft Resolusi Hasil Konperensi cukup memberi kekuatan bagi masukan pemerintah (KPP), terutama dalam hal yang berkaitan dengan pentingnya untuk menekankan partisipasi perempuan dengan kemampuan mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan. Serta, pentingnya untuk mengaitkan upaya kerja perbaikan posisi dan kondisi perempuan dengan strategi penanggulangan kemiskinan. Diskusi mengenai poin yang terakhir ini cukup menimbulkan perdebatan dalam konperensi, yang menunjukkan adanya perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. Meskipun demikian, pada akhirnya poin-poin ini dapat masuk ke dalam Resolusi Konperensi dan disepakati oleh semua anggota/peserta konperensi.
Tantangan, Masalah dan Pelajaran
Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah bagaimana menggalang kerjasama dengan pemerintah nasional dan dunia internasional di tengah konflik kepentingan negara-negara Utara (negara maju) dan negara berkembang (negara Selatan). Kehendak pemerintah untuk meningkatkan status perempuan dalam setiap kebijakannya seringkali terbentur oleh kemampuan pemerintah untuk memenuhi dan menjalankan kebijakan tersebut serta oleh kepentingan negara-negara maju yang berbeda perspektif dan kondisi sosial ekonomi budaya.
Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam hal advokasi internasional, khususnya tentang prosedur dan mekanisme konperensi. Selain itu, kurangnya persiapan dalam menghadapi konperensi ini membuat tujuan yang direncanakan tidak sepenuhnya bisa dicapai.
Pelajaran yang bisa diambil dari kegiatan ini adalah bahwa keikutsertaan dalam konperensi internasional membutuhkan persiapan panjang, baik substansi, tim kerja maupun strategi advokasi yang akan dijalankan. Dalam hal materi, misalnya, tidak cukup hanya mempersiapkan satu flyer. Beberapa flyer yang mengangkat beberapa tema strategis yang diangkat dalam konperensi perlu dipersiapkan. Demikian juga dengan kerjasama tim dan strategi dan target advokasinya perlu dirancang, didiskusikan dan dirumuskan secara bersama. ***