Current Project / Laporan

Published: 18/03/2014

Laporan Program Tahunan WRI, Pebruari – Desember 2005

 

Capaian

Dibandingkan dengan kerja satu tahun pertamanya pada tahun 2004, WRI secara aktif telah membuahkan hasil-hasilnya dalam publikasi bertema gender dan pemerintahan selama tahun 2005, seperti dapat dilihat secara terpisah dari laporan ini. Sepanjang tahun ini, WRI telah mempublikasikan empat buku yaitu: (1) “Representasi Perempuan dalam Kebijakan Publik di Era Otonomi Daerah”. Buku ini berisi mengenai temuan-temuan dari penelitian WRI tahap pertama di sembilan daerah/kota, termasuk Banda Aceh; (2) “Identitas Politik Perempuan Aceh oleh Edriana Noerdin; (3) “Metode-metode Feminis dalam Penelitian Sosial” oleh Shulamit Reinharz; (4) Pelatihan Modul mengenai “Analisa Gender dan Anggaran Berkeadilan Gender”. Dimana buku mengenai “Potret Kemiskinan Perempuan” masih dalam tahap proses penyuntingan. Bagian cover buku telah selesai, diharapkan pada akhir Pebruari 2006 buku ini dapat diterbitkan.

 

 

Berkenaan dengan pemasaran buku ini, WRI bekerjasama dengan beberapa distributor buku yang biasanya memenuhi buku-buku pada pekan raya buku di perguruan tinggi di Jakarta dan tempat-tempat konperensi, dan bekerjasama dengan toko buku Gramedia di Jl. Matraman dan Pondok Indah Mall. Hasilnya sangat memberikan semangat karena lebih dari 50% dari publikasinya telah terdistribusi. Buku itu juga didistribusikan ke jaringan kerja WRI di 8 daerah/kota.

Divisi penelitian telah menghasilkan laporan penelitian tahap kedua dan saat ini masih dalam tahap penyelesaian laporan penelitian ketiga. Diharapkan laporan penelitian nantinya ditulis menjadi buku, dan diharapkan dapat diterbitkan pada 2006. Divisi ini juga bekerjasama dengan dua divisi lainnya, divisi publikasi-kampanye dan divisi pengembangan kapasitas. Berkaitan dengan divisi publikasi dan kampanye, divisi penelitian saling bekerjasama dalam mensosialisasikan pentingnya menggunakan metodologi feminis melalui bedah buku dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi dan para aktifis di Yogyakarta dan Jakarta.

Divisi pengembangan kapasitas telah menyelesaikan kerjanya dalam hal Anggaran Berkeadilan Gender. Hasilnya sangat menggembirakan. Pada saat ini WRI telah berhasil membantu banyak forum multistakeholder di beberapa daerah/kota di Indonesia untuk mendapatkan komitmen dalam mengintegrasikan perspektif gender ke dalam alokasi anggaran mereka untuk 2006. Daerah-daerah atau kota-kota tersebut diantaranya: (1) Kupang; (2) Pontianak; (3) Propinsi Nusa Tenggara Barat; (4) Propinsi Sumatera Barat; (5) DKI Jakarta; dan (6) Yogyakarta. Saat ini, dalam bekerjasama dengan divisi penelitian WRI, divisi pengembangan kapasitas telah mempersiapkan desain penelitian “Dampak Advokasi Anggaran Berkeadilan Gender di 6 daerah/kota”. Penelitian ini akan diimplementasikan pada catur wulan pertama 2006.

WRI pada dua tahun terakhir telah mengembangkan jaringan kerjanya, tidak hanya pada tingkat lokal dan nasional, tetapi juga pada tingkat internasional. WRI menerima undangan untuk mempresentasikan hasil-hasil penelitian dan pandangan WRI mengenai dampak otonomi daerah terhadap partisipasi politik perempuan. WRI juga diminta untuk memberikan pelatihan analisis gender dan pelatihan Anggaran Berkeadilan Gender dikarenakan pengalaman-pengalamannya, berkaitan dengan hal tersebut. Banyak undangan seperti menghadiri Dupakat Inong Aceh, dan terlibat dalam lokakarya di Institute of Development Studies di Sussex, Inggris dalam mempersiapkan penilaian kerja Ford Foundation mengenai Hasil Penilaian Keadilan Sosial dari Pemerintahan Daerah yang Partisipatif (Social Justice Outcomes of Participatory Local Governance). Ini merupakan bukti bahwa WRI telah dipandang sebagai organisasi yang mempunyai pandangan kuat atas isu gender dan pemerintahan di Indonesia.

Latar Belakang

Ketika pemerintahan sebagai prasyarat Demokrasi dimaknai sebagai sebuah sistem manajemen dan pengalokasian sumberdaya, jelas bahwa konsepnya tidak terbatas hanya pada hubungan dengan pemerintah atau hubungan diantara organisasi masyarakat sipil (civil society). Manajemen dan pengalokasian sumberdaya dapat melibatkan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil; atau hanya LSM dan masyarakat; tetapi dapat juga menjadi isu domestik yang melibatkan distribusi yang tidak setara atas sumberdaya antara suami dan istri dalam sebuah keluarga. Mengacu kepada kasus yang terakhir, dikotomi diantara lingkup publik dan privat harus dihapuskan sehingga pemerintahan sebagai isu utama dalam demokrasi tidak lagi terbatas pada hubungan sosial dan politik di tingkat makro. Isu-isu demokrasi juga harus mencakup masalah-masalah hubungan yang terjadi dalam keluarga yang merupakan unit sosial terkecil dari masyarakat kita.

Oleh karena itu, demokrasi hanya dapat terwujud dalam konteks proses demokrasi inklusif yang tidak hanya mengakui, tetapi juga merayakan pluralitas/kemajemukan dari etnis, ras, agama, kepercayaan, perbedaan, kelas sosial, usia, jenis kelamin, bahasa, dan geografis asal. Pemahaman yang terjadi mengenai pemerintahan untuk mewujudkan demokrasi, seperti yang tercermin dalam konsep partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas harus didekonstruksi. Konsep-konsep ini kini sedang digunakan dalam pengertian umum, sehingga tampak inklusif dan mewakili kepentingann publik. Demokratisasi tidak harus direpresentasikan dalam konsep netral gender.

Hasil penelitian WRI terdahulu mengijinkan WRI mempunyai pandangan umum atas kecenderungan di daerah-daerah dengan berbagai karakter, yang lebih kurang memperlihatkan masyarakat kontemporer Indonesia yang multikultural. WRI juga telah belajar bahwa kapasitas pengumpulan data dan presentasi data tidak terbagi rata yang membuat sulit bagi WRI untuk melaksanakan penelitian yang lebih fokus di 8 daerah/kota. Penelitian pertama telah memperlihatkan bahwa perempuan telah dibuat tak terlihat dalam teks Peraturan Daerah karena sangat sedikit data mengenai perempuan yang dikumpulkan dan dipresentasikan. Jadi dua penelitian berikutnya yang direncanakan antara 2005-2007 mencoba untuk fokus pada kebijakan politik lokal atas peran gender agar dapat melakukan kajian kritis mengenai kebijakan-kebijakan yang dibuat setelah otonomi daerah, juga untuk mengetahui permasalahan utama bagi para multistakeholder lokal, agar dapat memberi masukan untuk pembuat kebijakan dimasa mendatang. Kedua penelitian ini di disain untuk menggabungkan tinjauan mengenai kebijakan pembangunan beserta dampak yang terlihat melalui pengalaman harian perempuan di daerah perkotaan dan pedesaan.

 

Laporan Kegiatan

Penelitian
Divisi Penelitian ini dikoordinir oleh Ibu Lisabona Rahman dan dibantu oleh Ibu Erni Agustini. Sejak bulan Juni hingga Nopember 2005, Ibu Linda Christanti dan Ibu Diana Pakasi bergabung dengan tim penelitian ini untuk melakukan penelitian ketiga WRI mengenai “Perspektif, Pola Strategi dan Agenda Gender Organisasi Perempuan di 5 Daerah Indonesia”. Pada Desember 2005, Ibu Lisabona Rahman mengakhiri kontraknya dengan WRI. Terkait dengan situasi ini, sejak Desember 2005 Ibu Agustini menjadi Manager Penelitian WRI. Saat itu, divisi ini sedang dalam proses mempersiapkan kegiatan penelitian berikutnya mengenai “Dampak Advokasi Anggaran Berkeadilan Gender di 6 daerah di Indonesia” yang akan dimulai pada Pebruari 2006. Divisi penelitian juga dalam tahap memilih para calon peneliti dan diharapkan seleksi telah selesai dilakukan pada Pebruari 2006.

Pada 9 Maret 2005, WRI melaksanakan lokakarya sehari untuk merayakan “Hari Perempuan Internasional 2005”. Lokakarya ini berlangsung di Auditorium Widjojo Center dan dibagi ke dalam tiga sesi. Sesi pertama adalah mendiskusikan mengenai temuan-temuan penelitian WRI dan analisisnya mengenai “Peranan Gender dalam Politik Lokal: Sebuah kajian di 8 daerah/kota”. WRI mengundang dua peneliti terkemuka, Dr. Syamsudin Harris (LIPI) dan Dr. Meutia Ganie Rohman (FISIP-UI), Ibu Zoemrotin K. Soesilo, seorang aktifis LSM terkenal, dan Dr. Hans Antlov, seorang intelektual terkenal mengenai isu pemerintahan, yang saat itu menjabat sebagai Program Officer dari Ford Foundation, untuk mendiskusikan mengenai hasil penelitian WRI. Sesi kedua dan ketiga diselenggarakan oleh divisi publikasi dan kampanye, oleh karena itu informasinya akan dilaporkan oleh divisi publikasi dan kampanye.

Sepanjang Mei hingga Juni 2005, divisi ini memulai persiapan penulisan desain penelitian untuk kegiatan penelitian ketiga mengenai “Perspektif, Pola Strategi dan Agenda Gender Organisasi Perempuan di 5 Daerah di Indonesia”

Divisi penelitian yang berhubungan dengan divisi publikasi dan kampanye menyelenggarakan diskusi mengenai “Metode Feminis pada Penelitian Sosial”, sebuah terjemahan karya Shulamit Reinharz. WRI mempublikasikan buku ini dalam versi Bahasa Indonesia. Diskusi berlangsung beberapa kali yaitu di Departemen Antropologi, Universitas Gajah Mada pada 23 September 2005 dan di Universitas Atmajaya pada tanggal 5 Oktober 2005, keduanya berlangsung di Yogyakarta, dan di Jakarta di Auditorium S., Widjojo Center pada tanggal 30 September 2005.

Bekerjasama dengan divisi publikasi dan kampanye, divisi penelitian juga telah menyelesaikan proses penulisan kumpulan esai mengenai “Potret Kemiskinan Perempuan”. Saat ini, esai tersebut dalam proses akhir penyusunan. Editor buku ini adalah Ibu Liza Hadiz, seorang penulis dan editor terkemuka mengenai isu perempuan.

Sejak Juli hingga Desember 2005, divisi ini telah mengimplementasikan kegiatan penelitian ketiganya mengenai “Perspektif, Pola Strategi dan Agenda Gender Organisasi Perempuan di 5 daerah Indonesia. Lima daerah tersebut adalah DKI Jakarta, Makassar (Sulawesi Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), Padang (Sumatera Barat) dan Mataram (Nusa Tenggara Barat). Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh Ibu Siti Nurwati Hodijah dan Ibu Linda Christanti. Untuk tujuan penelitian ketiga ini, WRI juga melibatkan beberapa tenaga ahli sebagai konsultan penelitian WRI. Mereka adalah Bapak Manneke Budiman MA (Fakultas Kajian Budaya, Universitas Indonesia), Dr. Aris Arif Mundayat (Departemen Antropologi, Universitas Gajah Mada) dan Ibu Yanti Muchtar MA (Kapal Perempuan, LSM perempuan). Mereka diminta untuk memberikan masukan mengenai metodologi, dan untuk mempertajam analisis atas temuan-temuan penelitian WRI. Divisi penelitian juga meminta Ibu Myra Diarsi, MA (Anggota Badan Pendiri WRI dan Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan) secara berkesinambungan sebagai pembahas diskusi selama proses penelitian. Saat ini, penelitian ketiga dalam tahap penulisan laporan akhir yang dilakukan oleh seluruh peneliti.

Ibu Erni Agustini berpartisipasi dalam Dupakat Inong Aceh II, pertemuan mengenai perempuan Aceh dari seluruh daerah Aceh. Pertemuan itu sendiri adalah yang kedua setelah pertemuan terakhir yang dilaksanakan sekitar hampir empat tahun lalu (2001). Pertemuan ini penting karena semua perempuan Aceh mencoba menegosiasi peranan mereka dalam situasi Aceh setelah Tsunami. Pada Dupakat pertama seluruh perempuan dipertanyakan mengenai status hukum atas semua kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi selama Operasi Militer di Aceh (DOM I dan II). WRI diundang untuk menyaksikan proses dari pertemuan penting ini. Bagi WRI, hadir dalam peristiwa bersejarah ini adalah peristiwa yang berharga. Sebagai organisasi penelitian, WRI dapat memberikan konfirmasi bahwa perempuan di Indonesia adalah agen perubahan yang aktif dan harus didokumentasikan sehingga sejarah tidak akan mendiamkan kenyataan ini.

Referensi

Dalam kaitannya dengan kegiatan penelitian WRI, divisi penelitian telah mengumpulkan referensi seperti buku-buku, makalah-makalah, artikel-artikel dan data sekunder dari daerah penelitian. Sejak Desember 2005, dokumentasi dan koleksi WRI sepanjang 2005 telah berjumlah 486 buah. Ada sekitar 93 tambahan baru atas 393 buah pada tahun sebelumnya.
Publikasi dan Kampanye

Dalam rangka merayakan Hari Perempuan Internasional pada 9 Maret 2005, WRI menyelenggarakan lokakarya mengenai “Perumusan Strategi Representasi Perempuan dalam Proses Rekonstruksi Sosial di Aceh”. Pertemuan diselenggarakan di Auditorium S. Widjojo Center di Jakarta. Lokakarya dibagi ke dalam tiga sesi sebagai berikut:

1. Lokakarya mengenai Temuan Penelitian Tahap Kedua WRI di delapan daerah/kota, termasuk Banda Aceh. Topik dari lokakarya ini adalah “Peranan Gender dalam Politik Lokal: Kajian di Delapan Daerah/Kota”

WRI telah melaksanakan penelitian tahap satu dan tahap dua, yang berusaha untuk mengkaji dampak dari ruang baru negosiasi terhadap definisi peran gender dalam pemerintahan lokal. Pada tahap kedua WRI mencoba untuk membandingkan pengalaman harian perempuan dengan asumsi gender yang digunakan oleh pemerintah daerah.

Para pembahas diskusi dari temuan Penelitian WRI adalah sebagai berikut:

  1. Syamsuddin Haris (Peneliti dari LIPI): Kebijakan Pelayanan Publik bagi Perempuan di Era Otonomi Daerah.
  2. Zoemrotin K. Susilo (Forum Kesehatan Perempuan): Strategi Penurunan Angka Kematian Ibu Melahirkan di Era Otonomi Daerah).
  3. Hans Antlov (Ford Foundation: Dampak dari Otonomi Daerah terhadap Proses Demokratisasi di Indonesia. Sudahkah Melibatkan Partisipasi Perempuan?
  4. Meutia Ganie-Rochman (Laboratorium Sosiologi,Universitas Indonesia): Tinjauan Teoritik Pembagian Porsi Pengambilan Keputusan bagi Perempuan dalam Era Otonomi Daerah.

 

Lokakarya ini juga dimaksudkan sebagai media untuk menyebarluaskan temuan-temuan penelitian WRI, khususnya ditujukan bagi organisasi-organisasi yang bekerja untuk analisis gender, hak-hak perempuan, dan analisis kebijakan. Diharapkan bahwa penelitian WRI dapat memberikan informasi tambahan bagi mereka yang bekerja untuk hak-hak perempuan dan analisis kebijakan.

2. Seminar “Representasi Perempuan dalam Rekonstruksi Sosial di Aceh”
Gempa bumi dan akibat banjir gelombang Tsunami pada 2004 telah menelan lebih dari 160.000 korban di wilayah Aceh. Jumlahnya terus menerus berubah dan tidak ada angka yang dapat dipercaya. Menurut angka pemerintah Indonesia, terdapat sekitar 400.000 orang pengungsi di Aceh dan wilayah sekitarnya. Jumlah orang yang meninggal tetap tidak pasti, meskipun jelas bahwa peristiwa 26 Desember telah melenyapkan banyak anggota keluarga dan masyarakat di sedikitnya 8 kecamatan, menyebabkan banyak orang tua tunggal dan anak-anak yatim/piatu. Tampaknya lebih banyak perempuan dan anak-anak yang meninggal, namun implikasi demografi belum dinilai.

Struktur dan kepemimpinan keluarga tradisional telah hancur, termasuk masyarakat yang berada dikomunitas, dan diantara perempuan dan laki-laki. Akan tetapi, perempuan sering tidak hadir dari proses pemulihan dan setelah bencana seringkali perencanaan untuk keberlanjutan rekonstruksi justru diabaikan atau cukup dengan isu gender.

Jauh sebelum Tsunami, masyarakat Aceh telah mengalami banyak masalah berkaitan dengan situasi konflik di Aceh. Kondisi ini pada akhirnya mengakibatkan kemiskinan dan perempuan cenderung menjadi yang termiskin diantara yang miskin.

Singkatnya, diskusi dari seminar menyimpulkan bahwa kebutuhan dan kepentingan gender perempuan harus dimasukkan ke dalam konsep rekonstruksi sosial Aceh.
Narasumber Diskusi adalah:

  1. Alexander Irwan (TIFA Foundation): Strategi Multistakeholder dalam Proses Rekonstruksi di Aceh: Dimana Suara Perempuan?
  2. Syarifah Rahmatilah (Mitra Sejati Perempuan Indonesia-Aceh): Keterlibatan Perempuan dalam Rekonstruksi Sosial di Aceh.
  3. Debra Helen Yatim (Yayasan Aceh Kita): Upaya Rekonstruksi Sosial Aceh oleh Masyarakat Sipil.
  4. Lailisma (Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi NAD): Kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Pasca Tsunami untuk Perempuan.

Tujuan dari seminar ini adalah untuk merumuskan Strategi Rekonstruksi Sosial di Aceh yang melibatkan perempuan.

3. Peluncuran tiga Buku WRI

1. “Representasi Perempuan dalam Kebijakan Publik di Era Otonomi Daerah”.
Buku ini berisi temuan-temuan dari penelitian WRI tahap pertama di sembilan daerah/kota, termasuk Banda Aceh. Buku ini berisi mengenai analisa teks yang menganalisis peraturan-peraturan daerah yang terbit sejak Otonomi Daerah diberlakukan pada 2000. Data yang dikumpulkan menggunakan metodologi feminis. Lebih lagi, data dianalisis secara kritis menggunakan perspektif feminis. Diharapkan bahwa analisis dapat membantu mengembangkan wacana mengenai hak-hak politik perempuan dalam tata pemerintahan lokal sekaligus menjadi evaluasi sehingga pelaksanaan otonomi daerah membawa dampak yang makin baik dalam mensejahterakan seluruh masyarakat.

2. “Identitas Politik Perempuan Aceh” oleh Edriana Noerdin.
Pada mulanya buku ini merupakan hasil tesis untuk tujuan akademik. Buku ini mencoba mengilustrasikan analisis wacana pada tiga level, yaitu level bahasa, institusi dan proses sosial, serta subjektifitas dalam memahami perebutan relasi kekuasaan dalam konstruksi dan dekonstruksi nasionalisme Aceh berlandaskan Islam. Tesis ini melihat tradisi lisan, yang dipraktikkan oleh perempuan Aceh masa kini, untuk memahami perlawanan yang dimainkan perempuan Aceh terhadap wacana yang membuang mereka dari wilayah politis. Buku ini juga mencoba menguji perbedaan posisi-posisi subjektivitas yang diambil oleh aktivis perempuan Aceh di tengah keanekaragaman wacana, yang disusun paling tidak atas jender, kebangsaan, dan agama.

3. “Metode-metode Feminis dalam Penelitian Sosial” oleh Shulamit Reinharz.
Buku ini adalah sebuah terjemahan mengenai pengalaman penelitian dengan menggunakan metodologi feminis. Buku ini menganalisis contoh-contoh penelitian feminis untuk mendapatkan metode apa yang digunakan oleh para peneliti dan apa alasan mereka menggunakan metode tersebut.

Dalam peluncuran buku ini, WRI mempersembahkan buku ini kepada:

  • Prof. Dr. Saparinah Sadli, sebagai pemrakarsa kajian perempuan di Indonesia dan komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
  • Abdullah Attamimi, perwakilan dari kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan.
  • Andy Yentriyanti, sebagai aktifis perempuan dari generasi yang lebih muda.

1. Pelatihan Modul “Analisis Gender dan Anggaran Berkeadilan Gender”

Modul ini ditulis dan disusun berdasarkan pengalaman dan pelajaran yang didapat WRI dalam melaksanakan Pelatihan Multistakeholder mengenai Anggaran Berkeadilan Gender di delapan daerah. Modul ini dicetak sebanyak 500 eksemplar dan didistribusikan melalui berbagai toko buku di Jakarta.

 

2. “Potret Kemiskinan Perempuan”

Buku ini berisi kompilasi esai yang ditulis oleh staf WRI. Tema buku ini adalah menganalisis berbagai masalah yang dialami oleh perempuan yang mengarah ke kemiskinan.
Diharapkan buku ini dapat menyediakan dokumentasi mengenai bagaimana isu sosial pada akhirnya memarjinalkan perempuan dan mengakibatkan mereka menghadapi kemiskinan. Pada saat ini, buku ini dalam tahap penyuntingan dan lay-out (perancangan tata letak), dan diharapkan akan terbit pada awal Pebruari 2006.

 

Pengembangan Kapasitas

Divisi pengembangan kapasitas WRI lebih fokus pada memperkuat penguatan kapasitas multistakeholder dalam mengembangkan anggaran daerah dengan menggunakan perspektif gender di delapan daerah. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama tahun 2005 adalah sebagai berikut:

Gender Budgeting

Telah banyak aktifitas yang dilaksanakan dari Program Anggaran Berkeadilan Gender sepanjang 2005. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: (1). Melanjutkan pelatihan Multistakeholder mengenai Anggaran Berkeadilan Gender, di tahun 2005, WRI melaksanakan pelatihan di daerah dan di kota Manado: (2) Menyelenggarakan Forum Nasional Multistakeholder mengenai Anggaran Berkeadilan Gender; (3) Melakukan kegitan Advokasi Multistakeholder mengenai Anggaran Berkeadilan Gender, dan (4) Melakukan kompilasi dan penulisan Modul Pelatihan mengenai Analisis Gender dan Anggaran Berkeadilan Gender.

Berdasarkan hasil evaluasi peserta, pelatihan Multistakeholder mengenai Anggaran Berkeadilan Gender telah membekali para peserta dengan pengetahuan. Sebagian besar dari peserta mengatakan bahwa pelatihan tersebut telah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai gender. Selain peningkatan, mereka juga memperoleh pengetahuan mengenai bagaimana merencanakan anggaran serta memahami mekanismenya. Mereka merasakan bahwa pelatihan tersebut bermanfaat karena pelatihan ini memberikan informasi mengenai kebijakan yang menjelaskan mengenai Pedoman dan Pengarusutamaan Gender terhadap pemerintah daerah (Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132/2003). Para peserta pelatihan di Kota Manado dan Kupang berjumlah 97 orang. Komposisi perserta adalah 34 laki-laki dan 63 perempuan.

Pelatihan yang hampir sama adalah Forum Nasional Multistakeholder mengenai Berkeadilan Gender yang melibatkan para eksekutif, legislatif, dan masyarakat sipil di 8 daerah di Indonesia. Para peserta forum sangat aktif. Persiapan Forum Nasional Multistakeholder mengenai Anggaran Berkeadilan Gender ini dilakukan selama April hingga Mei 2005. Forum ini dihadiri oleh 27 orang yang mewakili eksekutif, legislatif, dan masyarakat sipil. Komposisi peserta adalah 10 laki-laki dan 19 perempuan.

Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan minat para peserta Forum Nasional ini dalam mengimplementasikan penganggaran dan pengarusutamaan gender, forum ini mengundang beberapa narasumber dari berbagai departemen dan institusi pemerintah dan nonpemerintah. Topiknya adalah “Anggaran yang Memperhitungkan Kepentingan Perempuan”, disampaikan oleh wakil dari BAPPENAS. Topik mengenai ‘Partisipasi Perempuan dalam Proses Penganggaran’ disampaikan oleh Ibu Khofifah Indarparawansa, yang sebelumnya adalah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan kini sebagai anggota parlemen. Forum Nasional ini juga mengundang Fitra dan The Asia Foundation untuk berbagi pengalaman dalam melakukan advokasi gender budget. Kedua lembaga tersebut dikenal memiliki pengalaman yang cukup panjang dalam melakukan program advokasi gender budget. Sebagai tambahan, Project Officer Program Gender Budget WRI juga memberikan presentasi mengenai isu gender dan situasi alokasi gender budget di delapan daerah.

Forum Nasional Multistakeholder mengenai Anggaran Berkeadilan Gender menghasilkan sebagai berikut: (1) Ada mitra strategis dari eksekutif lokal, legislatif, dan masyarakat sipil yang mempunyai komitmen untuk mendorong pelaksanaan Gender Budget di 8 daerah; (2) Rencana Kerja mengenai Advokasi Anggaran Berkeadilan Gender di 8 daerah. WRI berkomitmen untuk memfasilitasi ke 8 daerah tersebut dalam rangka untuk mendapatkan komitmen dari pengambil keputusan di 8 daerah. Ada dua alternatif yang ditawarkan WRI. Alternatif pertama adalah menyelenggarakan diskusi satu hari dengan Bupati/Gubernur. Alternatif kedua adalah menyelenggarakan seminar atau forum yang melibatkan Bupati/Gubernur dan mitra strategis serta para pengambil keputusan lainnya.

Kegiatan advokasi ditunda dan harus dilaksanakan selama bulan Juli hingga September 2005. Penundaan dikarenakan berkaitan dengan kondisi ke 8 daerah tersebut yang sedang melaksanakan PILKADA (Pemilihan Umum Kepala Daerah). Persiapan advokasi dilakukan pada Juni 2005. Dalam persiapan ini, setiap daerah mencoba untuk menentukan waktu pelaksanaan advokasi anggaran berkeadilan gender. Situasi yang tidak menguntungkan lainnya selain penundaan ini adalah pemutaran dan mutasi para pengambil keputusan di tingkat eksekutif. Kondisi ini diisi dengan sosialisasi anggaran berkeadilan gender di tingkat daerah/kota di delapan daerah tersebut. Dikarenakan oleh situasi ini, dalam upaya untuk mensosialisasikan anggaran berkeadilan gender kepada masyarakat yang lebih luas, WRI memindahkan kegiatan advokasinya ke tingkat propinsi, yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta dan Yogyakarta. Akan tetapi, di beberapa daerah seperti Kupang dan Pontianak, kegiatan advokasi anggaran berkeadilan gender ini telah dilaksanakan di tingkat kota.

Kabupaten Kupang setuju untuk membentuk Forum Multistakeholder. Forum ini akan mengkaji dan merencanakan pelaksanaan anggaran berkeadilan gender untuk anggaran Kota Kupang, 2006. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Kupang memberikan komitmen tertulis. Hampir sama dengan Kota Kupang, Kota Pontianak juga memberikan komitmennya untuk melaksanakan anggaran berkeadilan gender dan membuat Forum Multistakeholder. Forum ini diselenggarakan oleh Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah (BAPPEDA) Kota Pontianak. Di propinsi Nusa Tenggara Barat, legislatif daerah menantang LSM untuk terlibat dalam proses perumusan peraturan daerah yang menjawab kebutuhan gender. Pada akhirnya, direncanakan untuk melaksanakan dengar pendapat dengan para eksekutif dan legislatif daerah mengenai mengintegrasikan perspektif gender dalam proses perumusan peraturan daerah. Sedangkan, di propinsi Sumatera Barat, setiap peserta dari LSM daerah berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi mengenai Pengarusutamaan Gender dan Penganggaran kepada organisasi masyarakat mereka. Rencana kegiatan yang disepakati antara LSM dan eksekutif.

Di Propinsi DKI Jakarta, advokasi fokus terhadap perbaikan kondisi perempuan. Direncanakan untuk membentuk jaringan kerja sesama NGO di Jakarta untuk mendorong pemerintah melaksanakan anggaran berkeadilan gender sebagai agenda penting.

Advokasi Anggaran Berkeadilan Gender yang diselenggarakan oleh WRI dan Koalisi Perempuan Indonesia Yogyakarta merekomendasikan beberapa perubahan dalam peraturan-peraturan yang menjamin keterlibatan dan representasi perempuan dalam proses penganggaran, konsep yang lebih jelas mengenai pengarusutamaan gender dan penganggaran, representasi perempuan di institusi pembuatan keputusan penganggaran seperti anggota komite penganggaran di legislatif/parlemen.

Kompilasi Modul Analisis Gender dan Anggaran Berkeadilan Gender merupakan hasil akhir dari program ini. Tujuan dari Modul ini adalah untuk membuka wawasan dan menambah pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan gender budget, dan untuk memberikan panduan untuk pelaksanaan penganggaran yang berdasarkan persamaan, kesetaraan dan keadilan dalam perspektif gender. Modul ini ditulis dan disusun berdasarkan pengalaman dan pelajaran yang diperoleh dalam melaksanakan Forum Nasional Multistakeholder mengenai Anggaran Berkeadilan Gender di delapan daerah tersebut.

Lokakarya Institute of Development Studies (Lembaga Studi Pembangunan)
WRI diundang untuk menghadiri lokakarya mengenai “Hasil Penilaian Keadilan Sosial dari Pemerintahan Daerah yang Partisipatif di Institute of Development Studies (Lembaga Studi Pembangunan), Sussex, Inggris. Lokakarya itu sendiri merupakan pertemuan untuk membahas bagaimana menilai program-program Ford Foundation di sepuluh negara mengenai penguatan masyarakat sipil dalam pemerintahan lokal. Dalam kerangka penilaian tersebut, Ford Foundation meminta Ibu Edriana Noerdin dan Ibu Sita Aripurnami melakukan penilaian.

Kesimpulan

Dukungan Ford Foundation sangat signifikan untuk kerja WRI yang karenanya WRI dapat terus melanjutkan semua kegiatannya, terutama yang merupakan kegiatan utama WRI yaitu penelitian. Terkait dengan pernyataan terakhir, harus dijelaskan disini bahwa WRI telah bertemu dan berdiskusi dengan Dr. Hans Antlov untuk meminta ijin mengalokasikan kembali penggunaan dana staf pendukung untuk kegiatan penelitian. Hasil yang diperoleh dari Dr. Antlov adalah telah dilaksanakannya penelitian ketiga, dan pelaporannya hampir selesai. Diharapkan bahwa laporan penelitian ketiga akan disebarkan pada kuartal pertama 2006.

WRI memandang bahwa semua kegiatan yang direncanakan telah mencapai tujuan. Seluruh kegiatan penelitian telah selesai, dan sekarang dalam tahap akhir pembuatan laporan serta persiapan hasil penelitian dalam bentuk buku. Pada 2005, bagian publikasi telah memproduksi 4 buku, dan telah melakukan beberapa pertemuan untuk mensosialisasikan pentingnya pelatihan mengenai metodologi feminis dan analisis gender serta anggaran berkeadilan gender untuk membantu perbaikan kebijakan lokal terhadap pelayanan publik, khususnya terhadap perempuan.
Pada akhirnya diharapkan bahwa kerja WRI dapat berkontribusi untuk proses mencapai keadilan sosial bagi perempuan dan laki-laki di era otonomi daerah. ***