2014 / Liputan Media / Media
Published: 17/01/2014
Sumber: Suara Karya, Jumat, 17 Januari 2014
JAKARTA (Suara Karya): Publik dinilai mulai tidak percaya dengan calon anggota legislatif pria karena lebih banyak melakukan korupsi daripada calon anggota legislatif perempuan, kata Direktur Penelitian Women Research Institute Edriana Noerdin.
“Kalau dari hasil penelitian kita di lapangan, justru kini masyarakat berharap banyak ke (caleg) perempuan karena memang mulai tidak percaya dengan anggota DPR pria,” kata Edriana seusai seminar bertajuk “Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender” di Jakarta, Kamis.
Dalam penelitian tersebut, publik menganggap caleg perempuan bisa diharapkan tidak sekorup caleg pria. Meskipun, dalam beberapa waktu terakhir ada banyak pejabat atau tokoh perempuan yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tindak pidana korupsi.
Kondisi tersebut, menurut Edriana, justru berdampak positif bagi caleg perempuan yang akan bertarung pada Pemilu Legislatif April 2014. Apalagi, jika dilihat dari Pemilu sebelumnya, ada peningkatan jumlah anggota DPR RI perempuan.
Pada Pemilu 2004, jumlah anggota DPR perempuan tercatat 11 persen dari jumlah total. Selanjutnya pada 2009, jumlah anggota DRP RI perempuan naik menjadi 18 persen dari seluruh anggota legislatif.
“Kenaikan itu cukup signifikan. Belum lagi aturan tahun ini yang mewajibkan partai politik wajib memenuhi kuota caleg perempuan sebesar 30 persen. Tentu ini menumbuhkan optimisme untuk bisa meningkatkan kuota perempuan sebagai anggota legislatif,” katanya.
Meski jumlah anggota legislatif perempuan diharapkan bisa terus meningkat guna membela isu perempuan, Presiden Direktur CEPP FISIP UI Chusnul Mar’iyah mengatakan masih banyak proses rekrutmen caleg di partai politik yang belum mengedepankan kualitas.
“Proses rekrutmen di parpol itu, biasanya ditentukan oleh tingkat ‘suka’. Artinya yang disukai itu tentu yang gampang dikendalikan,” ujarnya.
Ditambahkan Chusnul, masih ada diskriminasi dalam pola pikir masyarakat yang menyamaratakan sifat perempuan yang kerap kali merendahkan kaum hawa.
“Kalau ada satu perempuan bodoh, (dianggapnya) semua perempuan bodoh. Tapi kalau ada satu pria bodoh, ya cuma dia saja yang bodoh,” katanya Dalam penelitian yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat itu, tercatat sebanyak 45 persen masyarakat Indonesia merasa kurang terwakili oleh anggota DPR RI. Sementara itu sekitar 23 persen mengaku cukup terwakili dan 21 persen lainnya merasa tidak terwakili sama sekali.
Lebih lanjut, saat ditanya soal keterwakilan anggota DPR perempuan, sebanyak 29 persen masyarakat mengaku cukup terwakili, 40 persen merasa kurang terwakili, dan 16 persen lainnya mengaku tidak terwakili sama sekali.
RUU KKG
Dikesempatan ini, Edriana juga menyampaikan dukungannya agar Rancangan Undang Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) untuk bisa segera disahkan menjadi undang undang. “Inisiatif parlemen memajukan RUU KKG merupakan investasi dan terobosan berarti bagi reformasi kebijakan yang berpihak pada perempuan di Indonesia,” katanya.
RUU KKG, tambahnya, merupakan kebijakan alternatif untuk mengoreksi ketimpangan gender dan membuka ruang partisipasi dan akses perempuan dalam politik. Karena begitu pentingnya rancangan undang-undang itu, LSM yang bekerjasama dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil dan partai politik itu, juga mendesak pemerintah untuk segera mensahkan RUU KKG sebelum masa jabatan anggota DPR berakhir pada pertengahan 2014. “Dengan disahkannya RUU KKG, diharapkan dapat mendorong terbentuknya pemahaman tentang kesetaraan gender mulai tingkat keluarga, pemerintah, hingga masyarakat,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Jaringan Kerja Prolegnas Pro-Perempuan (JKP3) juga mendorong agar jajaran DPR bisa segera mengesahkan RUU tersebut sebelum akhir periode.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPR RI Komisi VII Sumarjati Arjoso mengatakan RUU KKG yang masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2012 itu kini masih terus dibahas di parlemen. Meski demikian, Sumarjati berharap sebelum jajarannya selesai bertugas pada pertengahan 2014, RUU KKG bisa selesai untuk kemudian disahkan menjadi undang-undang.
“Kami baru saja masuk setelah reses, nanti 7 Maret-10 Mei sudah reses lagi. Tunggu terpilih saja, doakan kami terpilih lagi untuk memperjuangkan ini,” ujarnya, berharap. (Rully/Ant)