2014 / Liputan Media / Media
Published: 17/01/2014
Kamis, 16 Januari 2014
by: Kharina Triananda/FER
Jakarta – Setelah 3 tahun proses penyusunan dan pembahasan mengenai RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) berjalan, Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) mencermati bahwa proses RUU prioritas mereka ini seolah terhenti sampai di Panitia Kerja (Panja) saja.
Hal itu tentu meresahkan banyak pihak, karena semakin tertundanya pengesahan RUU ini, maka sama saja dengan menghambat upaya negara untuk mewujudkan kesejahteraan warga negara melalui penghapusan diskriminasi atas dasar jenis kelamin. Penundaan ini juga membuat DPR RI hingga awal 2014 belum menghasilkan satu produk pun legislasi yang berpihak pada kepentingan perempuan.
“Kita akan menggunakan berbagai strategi dan upaya yang ada untuk mengusahakan RUU ini agar segera disahkan. Salah satunya adalah dengan mengadakan dialog dengan ketua-ketua Parpol pada bulan Maret nanti,” Ratna Batara Munti, M.Si kordinator Jaringan Kerja Prolegnas Perempuan (JKP3) pada jumpa pers Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan & Keadilan Gender di Jakarta, Kamis (16/1).
Menurutnya, membantu pengesahan RUU KKG bisa menjadi alat untuk menaikkan citra Parpol yang terpuruk. Ratna, meyakinkan akan mendesak pemerintah untuk mengesahkan tahun ini.
“Pada 2014 semua Parpol memiliki kepentingan untuk mendapatkan kursi Presiden, jadi ini bisa mengambil hati separuh pemilihnya dimana setengah penduduk Indonesia adalah perempuan,” kata Chusnul Mar’iyah, Ph.D, Presiden Direktur CEPP FISIP UI and Uni link pada kesempatan yang sama.
Kenyataan di lapangan, pada Pemilu 2009 memperlihatkan penempatan caleg perempuan di urutan nomor satu masih dibawah 30 persen, yakni 18,3 persen.
“Ironisnya adalah perempuan sering ditempatkan di nomor yang tidak strategis seperti nomor 3, 6 dan 9. Kemudian, caleg perempuan juga sering ditempatkan di basis wilayah (provinsi) yang jauh dari kota asal mereka, sehingga mereka sulit mendapat suara,” terang Dr. Sumarjati Arjoso, SKM, anggota Komisi 8 DPR RI.
RUU KKG juga merupakan wujud Konkret negara untuk mengimplementasikan Konvensi CEDAW (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) yang telah diratifikasinegara melalui UU Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
RUU KKG juga diharapkan dapat memperluas cakupan dan instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamanaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Dengan begitu, materi muatannya tentang pengaturan tindakan kesetaraan dan keadilan gender di tingkat pemerintah dapat diperluas tidak hanya mencakup unsur Eksekutif, melainkan juga Legislatif, Yudikatif, Korporasi dan masyarakat.
Penulis: Kharina Triananda/FER
Link: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mendesak Untuk Disahkan