2015 / Liputan Media / Media
Published: 31/03/2015
Sumber: sinarharapan.co, 27 Maret 2015
Albertina S Calemens
JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai pengelola Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat memfasilitasi pusat informasi JKN di lokasi yang mudah diakes oleh masyarakat. Dengan demikian, para perempuan dan petugas tenaga medis dapat mendapatkan informasi yang lengkap tentang JKN yang diterapkan per 1 Januari 2014.
Demikian salah satu hasil penelitian Women Research Institute (WRI) pada 2014, yang menyoroti efektivitas pelaksanaan JKN berdasarkan pengalaman bidan dan perempuan dalam mengakses pelayanan kebidanan di Jakarta Timur dan Kota Bandung, Jawa Barat, yang memiliki tingkat angka kematian ibu (AKI) yang tinggi.
“Sebetulnya, BPJS dapat membuka hotline khusus agar orang dapat bertanya mengenai informasi apa pun tentang JKN dan melaporkan apa pun terkait pelayanan kesehatan. Ini juga bisa menyebarkan informasi tentang JKN melalui brosur, leaflet (selebaran), atau buku tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dalam JKN,” tutur Edriana Nurdin, Direktur Penelitian WRI, kepada SH, Kamis (26/3).
Ia juga berharap BJPS membuka kantor atau loket khusus agar orang dapat bertanya kapan pun tentang berbagai hal yang membingungkan di lapangan. Pasalnya, penelitian yang digelar pada April 2014 tersebut mendapati, informasi mengenai sistem rujukan, jenis penyakit kegawatdaruratan, serta konsekuensi biaya yang harus ditanggung oleh pasien; sangat minim.
Akses kepersertaan JKN juga menjadi kerikil dalam sepatu. Ketidakjelasan prosedur kepesertaan bagi perempuan dari keluarga miskin yang tidak memiliki akses informasi memadai membuatnya berisiko dan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
Dari sisi pelayanan kesehatan, penelitian menekankan pentingnya kejelasan cakupan manfaat pelayanan kebidanan, seperti layanan kontrasepsi, termasuk pembelian alat atau obat kontrasepsi. Pasalnya, beberapa peserta JKN harus membayar untuk mendapatkan alat-alat kontrasepsi. Padahal, alat kontrasepsi seharusnya disediakan gratis oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana di puskemas. “Perlu ada koordinasi antarsektor terkait ini,” ujarnya.
Karena itu, WRI merekomendasikan revisi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 71/2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN. Antara lain dengan menambah ketentuan mengenai peran aktif BPJS Kesehatan dalam memfasilitasi kerja sama bidan praktik mandiri dengan jejaring fasilitas kesehatan tingkat pertama. Ini juga merinci kelengkapan alat dan fasilitas di tiap fasilitas kesehatan sebagai salah satu syarat dapat bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Perlu juga memberi penjelasan yang lebih detail terkait situasi khusus pasien yang diperbolehkan tidak mengikuti mengikuti prosedur rujukan berjenjang. Ini terutama penjelasan rinci kondisi kedaruratan medis, pertimbangan geografis, dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien dalam Permenkes Nomor 71/2013 tentang Pelayanan Kesehatan JKN.
Sumber: Sinar Harapan