2013 / Liputan Media / Media

Published: 19/12/2013

Sumber:Beritakota Birosulsel, Selasa, 17 Desember 2013 

 

Jakarta, Beritakota Online – Banyak kemajuan di bidang kependudukan yang dicapai sejak Konferensi Internasional tentang Pembangunan dan Kependudukan atau ICPD di Kairo tahun 1994. Namun, tujuan ICPD, yakni pelayanan terkait hak-hak kesehatan reproduksi dan seksual yang komprehensif, masih jauh dari memadai.

 

Jumlah pemuda di kawasan Asia Pasifik mencapai separuh populasi orang muda di dunia. Di Indonesia sendiri satu dari lima orang adalah mereka yang berusia antara 15 – 24 tahun atau sekitar 63 juta jiwa (33% penduduk Indonesia), namun kebijakan Indonesia dan agenda program belum terlalu memperhatikan remaja. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 memang sudah mengatur hak dan kewajiban akan pelayanan kesehatan, tanggung jawab pemerintah untuk penyediaan pelayanan kesehatan termasuk penyediaan sumber daya agar sektor kesehatan dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

 

Namun sayangnya kebijakan yang ada belum diterjemahkan ke dalam program konkrit untuk melayani kebutuhan reproduksi remaja. Selain itu, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang memberikan wewenang kepada perempuan berusia 16 tahun dan laki- laki berusia 19 tahun untuk menikah, juga harus ditinjau ulang. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyuburkan fenomena pernikahan usia dini dan berdampak pada meningkatnya kehamilan usia muda, dimana kondisi alat reproduksi belum berkembang maksimal sehingga meningkatkan resiko kehamilan yang berujung pada kematian ibu yang menyebabkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia terjadi pada usia ibu yang semakin muda. Data SDKI 2012 menunjukkan peningkatan AKI secara tajam di Indonesia yaitu mencapai 359/100.000 kelahiran hidup.

 

Oleh karena itu, remaja dan pemuda Indonesia masih kurang siap untuk menghadapi tantangan kesehatan reproduksi dan tanggung jawab yang akan mereka hadapi ketika mereka memasuki tahun reproduksi mereka. Berangkat dari kondisi tersebut, Women Research Institute (WRI) merancang sebuah program untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan reproduksi untuk remaja. Sebagai langkah awal program tersebut sekaligus memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM), WRI menyelenggarakan Seminar bertema “Hak Pendidikan Seks dan Kesehatan Reproduksi Remaja”.

 

Adapun Tujuan 1.Mengetahui kebijakan dan program yang dimiliki pemerintah untuk menjawab kebutuhan remaja, khususnya dalam hal pendidikan seks dan kesehatan reproduksi 2. Mengetahui pandangan lembaga non pemerintahan tentang kondisi dan kebutuhan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi remaja 3. Mengetahui pandangan remaja sebagai penerima manfaat pendidikan seks dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja 4. Membangun jejaring kerja dengan kelompok remaja dan/atau membentuk kelompok remaja baru untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi remaja, seperti pendidikan seks dan kesehatan reproduksi remaja.

 

Seminar ini akan direncanakan Rabu, 18 Desember 2013 diHotel Grand Kemang Ruang Magzi BallRoom Jl. Kemang Raya 2H Jakarta Selatan sebagai Pembicara 1. Bpk. Fasli Jalal (Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional/BKKBN), 2. Ibu Maria Ulfah Anshor (Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia/KPAI) 3. Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 4. Dinas Pendidikan DKI Jakarta , 5. Bpk. Roy Tjiong (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) 6. Ibu Ratih Ibrahim (Psikolog Remaja) 7. Aliansi Remaja Independen (ARI).

Editor : Andi A Effendy